APSiswaNavbarV2

CssBlog

redesain-navbar Portlet

metablog-web Portlet

CssBlog

Blog

4 Tips: Hindari Menjadi Sarjana Pengangguran

Dengan persiapan yang matang dan mindset yang tepat, pendidikan tinggi takkan jadi percuma.

Hindari Menjadi Sarjana Pengangguran, image via sg.theasianparent.com

"Engkau sarjana muda resah mencari kerja mengandalkan ijazahmu; empat tahun lamanya bergelut dengan buku tuk jaminan masa depan; dari pintu kantor yang diharapkan; terngiang kata tiada lowongan; untuk kerja yang didambakan."

Diatas adalah sepenggal lirik lagu lama pada awal tahun 1980an. Jadul ya, Sobat? Eitts, tapi ternyata kita sekarang masih menghadapi masalah yang sama: pengangguran terdidik. Ada yang berpendapat bahwa gelar sarjana sekarang jauh lebih mudah diperoleh sehingga kualitasnya menurun.

Ada yang meyakini bahwa lapangan kerja masih sangat kurang untuk jumlah sarjana yang lulus setiap tahun. Sebaliknya, ada pula yang meyakini bahwa sebenarnya tak ada istilah pengangguran. Pertanyaannya, seberapa kreatifkah kita dalam mencari peluang? Atau minimal, apa yang bisa kita lakukan agar tidak berstatus pengangguran setelah lulus kuliah nanti?

 

1. Tak Perlu Menunggu, Ciptakan Saja Peluang

Angka pengangguran disebuah negara terkait dengan angka pertumbuhan ekonominya. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angka pengangguran di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2019 terus menurun – dari 5,81% menjadi 5,28%. Artinya, ada 5 orang menganggur dari 100 individu angkatan kerja.

Pada saat yang sama, bila kita bandingkan, angka pengangguran di Perancis mencapai 8,6% sedangkan di Spanyol menyentuh angka 14,3%. Melihat angka pengangguran di negara-negara maju tersebut, sulitkah bila kita menyikapi peluang kerja di Indonesia dengan lebih positif? Dengan menjadi lebih kreatif dan menciptakan peluang kerja sendiri, misalnya?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 meningkat menjadi 5,17%, sementara Perancis turun menjadi 1,5%. Lantas, apa yang masih menghalangi kita untuk menciptakan lapangan pekerjaan – alih-alih mencarinya, setelah lulus kuliah?

 

2. Menyesuaikan Skill dengan Kebutuhan Industri

Persoalan tentang pola perkuliahan yang konservatif di kampus sudah disinggung sejak perguruan tinggi masih menjadi bagian dari Kemenristekdikti. Kurikulum pendidikan tinggi dinilai kurang relevan dengan kebutuhan pekerjaan. Akibatnya, sistem pendidikan tinggi menghasilkan sarjana-sarjana dengan kompetensi dan fleksibilitas yang rendah.

Sebagai pelajar dan mahasiswa, tak ada yang bisa kita lakukan untuk mengubah kebijakan pendidikan. Bahkan, lulus dengan IPK terbaik tak selalu menjamin pekerjaan yang baik – ingat, selalu ada pengecualian dalam hal ini ya, Sobat. IPK hanya satu dari sekian kompetensi yang diharapkan dari lulusan perguruan tinggi.

Kita sendirilah yang harus mengembangkan keterampilan dan kompetensi diri. Kita harus menjadi lebih kreatif, belajar bekerja sama dengan orang lain, memperbaiki cara berkomunikasi, mengembangkan pemikiran kritis, mengasah nalar logika, dan memiliki kepedulian pada sesama.

 

3. Berani Melihat dan Menerima Kenyataan

Kenapa kita memilih suatu jurusan kuliah, dan bukan yang lain? Selain karena faktor kemampuan, bakat, dan minat, kita memilih untuk kuliah dijurusan X karena memiliki harapan bahwa masa depan kita cerah disitu. Misalnya, Sobat Pintar memilih kuliah Pendidikan Dokter karena berharap untuk kelak menjadi dokter.

Tapi sebagai manusia, kita hanya bisa berusaha. Misalnya, Rizna Nyctagina, yang lebih kita kenal sebagai Jeng Kelin, memiliki karier cemerlang didunia hiburan. Sobat tahu latarbelakang pendidikannya? Nycta Gina bergelar dr. – iya, dulunya ia adalah mahasiswa Kedokteran!

Bukan berarti kita tak boleh berharap setelah lulus kuliah nanti ingin begini atau begitu. Kita hanya perlu bersikap realistis tentang pilihan pekerjaan, jabatan, dan pendapatan sebagai fresh graduate. Kita semua ingin bekerja dengan gaji besar, dari pagi hingga petang, tanpa lembur, di tempat kerja yang nyaman, dan seterusnya. But it takes time.

 

4. Bangun dan Dapatkan Support System

Salah satu penyebab kenapa ekspektasi kita pada dunia kerja terlalu tinggi adalah karena kurangnya pengetahuan tentang dunia baru ini. Sama halnya seperti sekolah dan kuliah, kita pun harus belajar tentang dunia kerja dan industri. Caranya saja yang berbeda, Sobat – bukan dengan duduk manis dan membaca literatur.

Perluas lingkar pergaulan dan temukan teman-teman yang tulus. Berani mencoba hal-hal baru, sekalipun di tempat yang masih asing. Sama seperti Nycta Gina yang mau melakukan sesuatu dibidang seni hiburan, yang jauh berbeda dari ilmu akademis yang sedang dipelajarinya.

Experience is the best teacher. Jadi jangan sangsi mengambil kesempatan untuk magang, bekerja part time, atau bahkan memperoleh mentor. Apapun kata orang tentang dunia kerja, kita hanya benar-benar tahu kalau sudah mengalaminya sendiri. So, give it a try! Tak perlu menunggu lulus kuliah dulu, bukan?

540

Entri Blog Lainnya

thumbnail
thumbnail
Menambah Komentar
god ilmu
00
mantappp
00
okkkeeee
00
sangat bermanfaat
00

ArtikelTerkaitV3

Artikel Terkait

download aku pintar sekarang

BannerPromoBlog