APSiswaNavbarV2

CssBlog

redesain-navbar Portlet

metablog-web Portlet

CssBlog

Blog

Apa atau Mengapa?

oleh Irene Pamora Sondang Aritonang (SMA Negeri 75 Jakarta Utara, Kelas 11) - Juara II Lomba Menulis Artikel dalam Rangka Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2022

Photo by Towfiqu barbhuiya on Unsplash

Satu hari, teman-teman disuguhkan soal yang mempertanyakan berapa luas permukaan kaki gajah yang diperlukan untuk menaikkan dongkrak hidrolik. Setelah berjam-jam berkutat dengan angka dan logika, akhirnya kamu menemukan jawabannya. Ah, sungguh suatu kepuasan.

Tunggu,  dari sulitnya soal tadi, kamu terdiam lalu menertawakan diri sendiri sambil mempertanyakan, “Apa  saat lulus nanti, aku perlu keahlian mengukur kaki gajah?” Tapi ya sudahlah, tak perlu mempertanyakan hal seperti itu asal mendapat nilai bagus, pikirmu.

Nilai, nilai, dan nilai. Mimpi setiap pelajar adalah menjadi orang sukses, lebih tepatnya orang sukses yang lulus dari perguruan tinggi negeri. Masuk perguruan tinggi negeri perlu apa? Nilai. Tidak salah memang, menggunakan suatu standar sebagai kualifikasi yang diperlukan, namun apakah sebenarnya nilai itu? Apa gunanya belajar? Apa manfaat angka pada  rapor akhir semester yang kamu terima itu?

Lagi-lagi kita menggunakan kata tanya ‘apa.’ Hal sekecil ini ternyata seharusnya sudah menjadi petunjuk besar mengenai pendidikan Indonesia. Pada setiap pembelajaran, kita lebih sering  bertanya, “Apa yang akan dipelajari, Bu?” atau “Pak, apa rumus untuk menjawab soal ini?” Tapi pernahkah teman-teman berani melontarkan pertanyaan, “Mengapa kita belajar hal ini, Pak?”

Kita hanya mengerjakan tugas yang diberikan tanpa peduli akan korelasinya terhadap kehidupan kita nanti. Oleh sebab itu, banyak ungkapan bahwa apa yang kita pelajari kini, tidak ada gunanya di masa depan. Tentu pernyataan tersebut salah, namun tidak sepenuhnya. Mengapa bisa demikian?

Mari kita kupas perlahan, mungkin bisa dimulai dengan mempertanyakan diri teman-teman sendiri mengenai apa tujuan kamu belajar. Yakin, untuk menambah ilmu? Bukan untuk mendapat peringkat tertinggi di kelas?

Nyatanya, penghargaan di sekolah diberikan untuk siswa yang  memperoleh nilai bagus pada tiap pelajarannya. Sebagai manusia, siapa yang tidak mau mendapat piala? Tapi ternyata, nilai bagus dan piala tidak seberharga itu dalam kehidupan.

Tujuan pendidikan adalah untuk  membangun benteng pertahanan dalam perjalanan hidup teman-teman. Jadi, jika kamu terlalu fokus terhadap angka demi validasi dari sekolahmu, tanpa mengetahui bagaimana cara menjalani hidup ini,  maaf kawan, kau belum siap menerima kegagalan dan mempertanggungjawabkan kesuksesan. Pola  pikir yang salah ini bisa menjadi batu sandungan teman-teman dalam meningkatkan kualitas  pendidikan di Indonesia. Jika kita sebagai pemegang masa depan bangsa bisa tersandung, bagaimana  nasib negeri ini ke depannya? 

Berbicara soal kualitas, dibuatlah PISA, yaitu suatu asesmen Internasional yang dipergunakan untuk mengetahui perkembangan pendidikan di setiap negara. Selamat, Indonesia menempati  kedudukan delapan! Dari belakang.

Padahal, jumlah pelajar selalu meningkat dari tahun ke tahun.  Peningkatan kuantitas pelajar ini tentu harus sejalan dengan jumlah pengajar yang berkualitas. Namun, nilai yang dijadikan standardisasi tadi juga punya pengaruh besar bagi guru. Guru di Indonesia faktanya hanya memenuhi kualifikasi sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) tanpa ada bukti faktual mengenai kualitas pengajaran yang diberikan.

Selain itu, kurikulum yang digunakan di Indonesia juga  belum bisa menyesuaikan dengan arus pendidikan internasional. Pihak pembuat kurikulum terlampau fokus mengejar ketertinggalan yang ada lantaran ketimpangan kuantitas pelajar dan kualitas pengajar yang telah disebutkan sebelumnya. Akibatnya, langkah pendidikan Indonesia terhambat. Padahal seharusnya visi misi pendidikan kita berdampak pada dunia.

Rangkaian pernyataan di atas bukan untuk memojokkan suatu pihak. Pelajar Indonesia  tidak bodoh. Buktinya anak-anak Indonesia banyak yang senang belajar sains, hanya saja belum bisa  mengaplikasikannya dalam kehidupan. Kualitas pengajar Indonesia juga tidak menjadi akar permasalahannya karena konsep merdeka belajar sekarang ini mendorong siswa untuk bebas mencari berbagai sumber pengetahuan dari banyaknya media yang tersedia. Jadi, apa yang kita harus lakukan demi pendidikan bangsa ini?

Terus bertanya. Sama seperti dari awal tulisan ini dibuat. Banyak lontaran pertanyaan yang dipaparkan. Kita sebagai manusia yang berkembang, harus terus kritis dan mempertanyakan setiap hal yang ada tanpa ragu. Dengan semakin banyak bertanya, kita memaksa diri untuk menemukan solusi sehingga menambah kualitas kita sebagai pelajar.

Terlepas dari pemikiran kritis, kita juga harus tetap optimis dan terbuka terhadap perubahan yang ada. Kurikulum yang mungkin masih kurang baik, bisa diperbaiki dengan gagasan anak muda yang berani menyuarakan isi pikirannya.

Pola pikir kita terhadap nilai juga harus bisa digeser dengan bagaimana cara kita  memprioritaskan materi yang sekiranya bisa dituangkan dalam kehidupan kita. Ubah stereotipe klise  mengenai kesuksesan yang dilihat dari sekolah mana yang menjadi tempat belajar kita. Nilai  hanya sekadar angka dan sertifikat kelulusan hanya menandakan bahwa kamu pernah menjadi pelajar. Pada  akhirnya, pendidikan harus dijadikan sebagai alasan kita untuk terus belajar dan sedikit banyaknya nanti kita bisa menjadi bagian dari kemajuan pendidikan bangsa yang berdampak bagi dunia.

 

 

Sumber :

https://www.kompasiana.com/bryanitazizah/60915453d541df61bc1fd222/berbicara-tentang-pisa dalam-pendidikan-di-indonesia?page=3&page_images=1

https://kastara.id/09/06/2021/kualitas-guru-pengaruhi-kualitas-pendidikan-di indonesia/#:~:text=Menurut%20survei%20dari%20PERC%20

https://mahasiswaindonesia.id/rendahnya-kualitas-pendidikan/

1
80

Entri Blog Lainnya

thumbnail
thumbnail
1 Comment
kereenn..
00

ArtikelTerkaitV3

Artikel Terkait

download aku pintar sekarang

BannerPromoBlog