APSiswaNavbarV2

CssBlog

redesain-navbar Portlet

metablog-web Portlet

CssBlog

Blog

Narsis: Normal atau Sakit?

Gangguan kepribadian yang serius memerlukan penanganan profesional.

Narsis, image credit FactDr

Siapa suka selfie? Dari teman-teman sekelas, barangkali hanya satu dua orang saja yang kurang suka selfie. Tapi yang sangat suka selfie, tak jarang mendapat label narsis. Really? Benarkah kekerapan selfie seseorang merupakan indikasi seberapa narsisnya ia? Lagipula, narsis itu apa, sih?

 

Narsis, Akar Kata dan Mitologinya

Diadaptasi dari Bahasa Belanda, kita mengenal istilah narsisme yang merupakan perasaan cinta yang berlebihan pada diri sendiri. Orang yang memiliki perasaan seperti ini disebut narsisis.

Dalam mitos Yunani, ada seorang tokoh bernama Narkissos yang dikutuk mencintai bayangannya sendiri. Suatu ketika, ia tak sanggup berhenti mengagumi bayangan wajahnya yang terpantul pada air kolam. Hingga tanpa sengaja, ia terjatuh ke dalam kolam dan tak pernah muncul ke permukaan lagi.

Dikemudian hari, tumbuhlah sebuah bunga di tempat Narkissos jatuh tenggelam. Sampai sekarang bunga ini disebut sebagai bunga dafodil atau bunga narsis.

 

Narsisme, Gangguan Kepribadian

Kisah Narkissos cukup menggambarkan seberapa parah dampak narsisme – it's quite devastating. Bukan tanpa alasan bila Sigmund Freud memperkenalkan perasaan cinta berlebih pada diri sendiri ini kedalam dunia Psikologi dengan meminjam mitologi Yunani tersebut.

Narcissistic Personality Disorder (NPC) dianggap sebagai gangguan kejiwaan atau mental yang langka. Bahkan, hanya 1% saja penderita NPC dari seluruh penduduk dunia. Dan dari 1% tersebut, laki-laki lebih rentan mengalaminya ketimbang perempuan.

 

Ciri Umum Kepribadian Narsisistik

Bukan untuk menilai atau menghakimi orang lain ya, Sobat. Kita hanya perlu tahu seperti apa ciri yang biasa ditampakkan oleh gangguan kepribadian ini.

Penderita NPC memiliki kebutuhan untuk senantiasa dipuji dan menjadi pusat perhatian. Ia meyakini bahwa dirinya lebih dari orang lain – lebih penting, lebih superior, lebih berbakat, lebih berprestasi, dan sejenisnya. Keyakinan ini membuat seorang narsistik mengharap perlakuan istimewa dari semua orang dan merasa berhak atas segala sesuatu.

Walaupun biasanya tak ada yang dapat dibanggakan, seorang narsistik sibuk menjaga citra diri – dengan membual tentang dirinya, misalnya. Pada saat yang sama, ia mudah merasa iri dan dengki pada apapun yang ada pada orang lain.

Selain berlaku sombong dan arogan, seorang narsistik juga tak memiliki empati. Karena hanya fokus dan peduli akan dirinya sendiri, ia cenderung menyalahkan orang lain atas berbagai keadaan yang tak disukainya.

 

Percaya Diri dan Menyayangi Diri Sendiri

Hanya Psikolog atau Psikiater yang dapat memberi label apakah seseorang narsisis atau tidak. It's not our job, Sobat. Jadi, hanya karena seseorang memiliki beberapa ciri seperti diatas, bukan berarti kita berhak menjulukinya narsisis.

Apalagi, memang sudah sewajarnya bila kita punya porsi yang sehat untuk menyayangi diri sendiri. Kita juga membutuhkan rasa percaya diri dan citra diri yang baik. Tapi alih-alih menunjukkannya pada orang lain, kita hanya perlu menanamkannya pada diri sendiri.

 

Narsisis, Orang yang Beracun

Salah satu cara kita menyayangi diri sendiri adalah menyadari eksposur seperti apa yang kita terima dari orang-orang sekitar, khususnya keluarga. Pasalnya, salah satu penyebab timbulnya gangguang kepribadian narsisistik ini adalah kondisi psikologis kita selama tumbuh kembang didalam keluarga.

As always, keluarga adalah topik yang cukup sensitif untuk diotak-atik. Tapi karena sekarang sudah ada Konseling Pintar, kita dapat membicarakan berbagai hal yang mengganjal tentang diri dan keluarga dengan seorang profesional.

Yang pasti, kita jadi tahu bahwa selfie bukan tanda narsisnya seseorang. Sesekali selfie dan having fun bukan berarti kita menjadi narsisis. Don't you agree, Sobat?

110

Entri Blog Lainnya

thumbnail
thumbnail
Menambah Komentar

ArtikelTerkaitV3

Artikel Terkait

download aku pintar sekarang

BannerPromoBlog