APSiswaNavbarV2

CssBlog

redesain-navbar Portlet

metablog-web Portlet

CssBlog

Blog

Mengintip Sistem Pendidikan di Indonesia Kala Pandemi Melanda

Permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini

Gambar oleh Alexandra_Koch dari Pixabay

Tujuan dari pendidikan sendiri menurut UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Apapun keadaannya, diharapkan pendidikan tetap dapat membawa perubahan yang baik dan membentuk generasi yang berkualitas.

Pandemi yang melanda membawa banyak perubahan pada dunia pendidikan. Tidak hanya guru dan siswa yang terkena imbasnya, orang tua juga merasa kewalahan. Bagaimana sistem pendidikan di indonesia?

sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia di era new normal mengalami perubahan-perubahan. Pencegahan penularan virus corona dengan social distancing untuk menghindari potensi kerumunan menjadi alasan utama anak-anak harus bersekolah dari rumah. Perubahan yang terjadi meliputi pendidikan yang semula tatap muka menjadi daring atau online saja. Hal lain yang berubah adalah target-target pembelajaran yang disesuaikan dan juga adaptasi kurikulum yang digunakan.

Tantangan yang dihadapi pendidikan Indonesia kala pandemi


Photo by Thomas Park on Unsplash

Masalah pendidikan di Indonesia saat ini bermunculan karena perubahan-perubahan yang terjadi. permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini tidak boleh mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Berikut ini adalah  masalah atau tantangan yang sedang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia.

1. Learning Loss

Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata memuaskan bahkan dari sebelum wabah corona melanda. Posisi Indonesia dalam asesmen global Program for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menempati rangking 7 terbawah dari hampir 80 negara. Artinya, hanya 1 dari 3 anak Indonesia memenuhi level minimal untuk kemampuan membaca. Bahkan laporan dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 menunjukkan bahwa 27% anak Indonesia di jenjang kelas 4 tidak memiliki pengetahuan matematika dasar yang memadai.

Learning loss yang dapat diartikan sebagai menurunnya kompetensi siswa sangat mungkin terjadi di masa pembelajaran yang harus dilaksanakan dari rumah. Meskipun terkadang tugas yang diberikan cukup banyak, tetapi harus dipastikan apakah nilai yang dicapai benar-benar memberikan gambaran kompetensi siswa.  

Jangan sampai siswa yang bersekolah atau mengikuti proses pembelajaran tetapi mereka benar-benar belajar. Hal ini membutuhkan usaha lebih tidak hanya dari guru dan siswa, tetapi juga dari orang tua. Guru Pintar dituntut lebih kreatif dan memiliki keahlian mengelola kelas lebih baik. Siswa harus dapat beradaptasi dengan keadaan belajar yang serba terbatas dan berjarak dengan guru dan teman-temannya. Sedangkan orang tua harus mampu memberikan pendampingan ekstra pada anak-anak padahal mereka juga harus bekerja.

2. Penggunaan teknologi


Photo by Marvin Meyer on Unsplash

Pembelajaran yang dilakukan secara daring mau tidak mau harus memanfaatkan bantuan teknologi untuk menunjang proses belajar. Memang banyak sekali aplikasi atau platform yang dapat digunakan untuk membantu siswa belajar. Masalahnya adalah siapkah Guru Pintar mengoperasikannya? Jika Guru sudah siap, ada pertanyaan lain yang harus dijawab yaitu tentang kesiapan siswa dan orang tua. Apakah mereka sudah familiar dengan aplikasi yang digunakan? Atau apakah tersedia alat penunjang sehingga aplikasi pembelajaran tersebut dapat dijalankan.

Masalah teknologi juga mencakup masalah ekonomi. Banyak siswa di berbagai daerah terpencil tidak dapat mengakses pembelajaran daring karena tidak memiliki piranti seperti laptop atau HP. Banyak juga yang mengeluhkan mahalnya kuota yang dibutuhkan untuk mengoperasikan teknologi belajar. Belum lagi masalah letak geografis yang tidak mendukung.

3. “Tak belajar, tak apa-apa”

Nilai masih menjadi tolok ukur utama keberhasilan pendidikan di Indonesia. Syarat kenaikan kelas dalam Kurikulum 2013 ditentukan oleh Satuan Pendidikan, dengan ketentuan minimal sebagai berikut :

a.    Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dalam dua semester pada tahun pelajaran yang diikuti.

b.    Mencapai tingkat kompetensi yang dipersyaratkan, minimal sama dengan KKM.

c.    Mencapai nilai sikap untuk semua mata pelajaran minimal baik.

d.    Tidak terdapat nilai kurang dari KKM maksimal pada tiga mata pelajaran.

e.    Ketidakhadiran siswa tanpa keterangan maksimal 15 % dari jumlah hari efektif.

Dari 5 poin yang dipersyaratkan di atas, 3 diantaranya merujuk pada nilai. Anehnya, masih ada siswa yang belum menguasai materi di kelas sebelumnya dapat naik kelas. Dengan kata lain, meskipun tidak belajar, anak dapat mudah naik kelas. Adanya sistem KKM memang bagus dijadikan sebagai standar. Pembelajaran akan berhasil jika KKM benar-benar dijadikan pijakan memberikan treatment pada siswa-siswa yang belum mencapai tujuan pembelajaran. Jangan biarkan siswa berpikir “tidak belajar tidak apa-apa. Tidak perlu takut tidak naik kelas. Toh, nanti pasti naik kelas.”

Permasalahan pendidikan yang muncul tidak boleh menjadi rem bagi kualitas pendidikan di Indonesia. Jenjang pendidikan apapun secara umum menghadapi permasalahan yang sama. Dengan kerjasama dan kerja keras semua pihak mulai dari pemerintah, sekolah, guru, siswa, dan juga orang tua akan dapat mengatasi permasalahan yang muncul di era corona.

10

Entri Blog Lainnya

thumbnail
thumbnail
Menambah Komentar

ArtikelTerkaitV3

Artikel Terkait

download aku pintar sekarang

BannerPromoBlog