APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

FBM ISBI Bandung bersama Lembaga Sensor Film Indonesia Menyelenggarakan Seminar Nasional “Sosialisasi Budaya Sensor Budaya Mandiri”

avatar penulis

Azrul Prayoga

23 March 2020

header image article

Photo by Chaitanya Tvs on Unsplash

Fakultas Budaya dan Media (FBM) Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung mengadakan seminar nasional yang bekerjasama dengan Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia yang berkaitan dengan sensor film dan iklan film di Indonesia. Kegiatan seminar tersebut dilaksanakan pada hari Selasa (2/7/2019) di Ruang Sidang Gedung Rektorat Lt. 4 ISBI Bandung dengan mengangkat tema yaitu “Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri”.

Narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Prof. Dr. Endang Caturwati, S.ST., M.S., Imam Suhardjo HM, M.Ikom., Hernawan, M.Sn., Dr. Enok Wartika, S.Sos., M.Si., dan R.Y. Adam Panji Purnama, M.Sn. sebagai moderator.

Seminar tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Dr. Arthur S. Nalan, S.Sen., M.Hum. Dalam sambutannya, Ia mengatakan bahwa dengan adanya seminar mengenai sensor film ini mampu menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat agar dapat memilah dan memilih tontonan.

“Seminar ini dapat menjadikan kita memiliki self control untuk memilah, memilih dan menilai tentang mana film yang baik dan mana yang tidak baik, kemudian juga menumbuhkan kesadaran tentang film yang baik untuk ditonton,” kata Arthur.

Imam Suhardjo yang merupakan anggota dari LSF memaparkan mengenai budaya sensor mandiri. Ia menjelaskan bahwa sensor mandiri adalah perilaku sadar dalam memilah dan memilih film yang akan diproduksi, dipertunjukkan, dan atau ditonton. Film memiliki kategori klasifikasi usia yakni seluruh umur, anak, remaja, dan dewasa.

Ia juga mengatakan bahwa dalam hal karya seni budaya, film memiliki peran yang strategis. Selain fungsinya sebagai hiburan, informasi, dan pendidikan, film juga dapat berperan sebagai peningkatan ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat.

“Film bisa menjadi alat penetrasi kebudayaan. Tugas kami adalah memilah, memilih, dan memutuskan mana film yang layak untuk ditonton. Film yang tidak mengedukasi tentu akan kami tegur orang yang membuatnya. Masyarakat juga harus mematuhi klasifikasi usia, meski tidak ada sangsi hukum bila terjadi pelanggaran.” katanya.

(isbi.ac.id)