APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

Kolaborasi Angklung Edukasi (Kolase)

avatar penulis

Azizul Pradna Qoidani

27 January 2018

header image article

Photo by Chaitanya Tvs on Unsplash

Pentas Kolaborasi Angklung Edukasi (Kolase) yang diprakarsai oleh Indolecture bekerjasama dengan Prodi Angklung dan Musik Bambu ISBI Bandung ada perasaan seakan terhanyut dalam symponi yang indah yang menawarkan berbagai warna musikal. Diawali oleh tampilan Angklung Buncis dari Nanggerang, kesan ritus agraris begitu nampak  di mana kebersahajaan masyarakat perdesaan dipertontonkan secara natural. Tak selang berapa lama, muncul sebuah happening art dengan mengambil tajuk rajah zaman yang digagas oleh Komposer handal Dody Satya Ekagustdiman, mempertegas kembali seni tak sebatas tontonan, melainkan refleksi diri untuk saling mengontrol antara manusia dan lingkungan sekitar agar tidak terjadi eksploitasi yg menimbulkan kerusakan alam. Inilah pembuka yang berdaya magis yang membawa penonton di Sunan Ambu ISBI Bandung kembali mengingat masa lalu yang penuh makna.

Selepas pergumulan dimensi sakralitas, masuk pada repertoar berikutnya yang menampilkan kelompok Angklung SMAN 5 Bandung. Geliat anak muda yang tengah mencari identitas diri ini melakukan unjuk kabisa melalui tiga buah lagu Pop yang tampil cheer full. Tak kalah hebatnya, sekelompok anak muda lain yang tergabung dalam Panda (Pasundan Dua) dan/atau SMA Pasundan dua Bandung, menyusul pada giliran berikutnya yang lagi-lagi membuat penonton terdiam dengan keanggunan kompositorik yang mereka mainkan. Betapa musik angklung bagaikan gemercik air yang menyejukkan yang tak henti terus mengalir. Remaja-remaja enerjik dari prodi angklung dan musik bambu yang dimotori oleh Yadi Mulyadi (konduktor) tampil ekspresif dengan beberapa repertoar lagu yang sangat dinamis. Tak ayal dinamika musikal yang dimainkan mampu menghipnotis keriuhan penonton yang memadati gedung pertunjukan di jalan buahbatu 212 tersebut. Sesekali aplaus di tengah alunan lagu yang dimainkan tak dapat dihindari karena respon penonton yang spontan. Kehadiran orkestra bermedium bambu tak kalah elegannya dengan philharmonic yang banyak bertebaran di negara-negara maju di Eropa. Boleh jadi, inilah musik milik nusantara yang akan mampu menyeimbangkan atmosfir keberbagaian kehidupan seni bermatra bunyi tersebut.

Tak terasa durasi waktu yang hampir tiga jam dari tontonan malam ini sangat cepat berlalu, dan mungkin karena dramaturgi yang tersaji cukup rapih serta berkesan. Akhirnya, pertunjukan ditutup dengan tampilnya seluruh pengisi acara yang menggunakan metode kolaboratif dengan menyajikan lagu Symponi yang Indah (sa/isbi.ac.id)