APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

ITB Ciptakan Aplikasi Teknologi Lingkungan untuk Restorasi Sungai Citarum

avatar penulis

Azrul Prayoga

24 January 2018

header image article

Photo by Chaitanya Tvs on Unsplash

Kehidupan manusia tidak terlepas dari air. Sebab air merupakan kebutuhan utama hampir semua makhluk hidup termasuk manusia. Bahkan, lebih dari 80% tubuh manusia di dalamnya terdapat komponen air.

Selain itu, air juga digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga sehari-hari, industri, dan juga sumber pangan dan energi. Sebagai pendukung hidup utama manusia, air sudah seharusnya dijaga baik kuantitas maupun kualitasnya. Namun, kondisi Sungai Citarum yang melewati setidaknya 10 Kabupaten di Jawa Barat menjadi perhatian.

Saat ini kondisi sungai Citarum sepanjang 200 kilometer itu tercemar limbah. Sungai yang tercemar limbah akan menurunkan kadar oksigen dalam air sehingga mengganggu biota di dalamnya. Tidak hanya itu, kerusakan kualitas air sungai akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan seperti banjir dan juga tanah longsor. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya.

Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Kadarsah Suryadi menjelaskan food (pangan), energi, dan water (air) berasal dari air Sungai Citarum. Pertanian, perikanan, dan peternakan sudah semestinya dapat hidup berkat aliran air anak Sungai Citarum. Kemudian dari hulu ke hilir Sungai Citarum dapat ditemui Waduk Saguling, Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang menghasilkan energi listrik sekitar 1.188 Mega Watt. Sekira 20,7 juta warga dihidupi oleh aliran anak sungai Citarum.

Tak dipungkiri, sambung dia, limbah industri, limbah domestik atau limbah rumah tangga, serta limbah kotoran ternak juga tinja manusia, dan erusi serta sedimentasi merupakan akar masalah pencemaran air sungai citarum.

"Tingkat turunnya mutu air Sungai Citarum akibat limbah tersebut tidak hanya dapat dilihat dari kuantitas air limbah, melainkan juga kualitas air limbah. Limbah industri meskipun kuantitasnya lebih sedikit dibandingkan limbah rumah tangga, namun kualitas pencemarannya lebih tinggi, sehingga membutuhkan proses yang lebih lama untuk memperbaikinya," paparnya.

Untuk permasalahan ini, kata dia, pakar ITB telah meneliti, membuat dan mengaplikasikan teknologi untuk mengatasi limbah cair dan juga limbah sampah rumah tangga. ITB memiliki dua mesin pengolah bricket yang dapat mengolah sampah rumah tangga dengan kapasitas maksimal masing-masing 25 kilogram dan 100 kilogram setiap hari.

"Mesin ini merupakan hasil riset mahasiswa dan dosen dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB. Kemudian pengolahan limbah cair domestik menggunakan Bio-Septik tank yang sudah diterapkan di komplek permukiman dago pojok. Di komplek asrama kampus Jatinangor, ITB juga sudah mengaplikasikan sistem Johkasou dari hasil riset teknik lingkungan," tuturnya.

Ia menambahkan, untuk limbah peternakan dapat diolah menggunakan teknologi bio-digester yang memproses kotoran ternak atau tinja manusia menjadi biogas. Gas bio ini tentunya bermanfaat untuk keperluan memasak sebagai pengganti gas elpiji dalam rumah tangga. Perhatian khusus perlu ditujukan bagi industri yang masih memiliki rapor merah akibat memproduksi limbah yang tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan baku.

Kadarsah merekomendasikan adanya revitasi IPAL (instalasi pengolahan air limbah) industri melalui konsultasi teknis, modifikasi IPAL, bersama para insinyur dari Teknik sipil, Teknik Lingkungan dan Kimia. Pelatihan teknologi produksi bersih bagi industri agar industri tersebut mampu mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse) serta melakukan daur ulang (recycle) sampah industrinya. Ilmuwan ITB juga telah berhasil mengembangbiakan bakteri pemakan limbah seperti immobilize alive petrophilic bacteria dan immobilized alive aerobic bacteria.

(www.news.okezone.com)