Bukan Hujan Biasa Lagi: Ketika Setetes Air Hujan Menitikkan Bahaya Mikroplastik
APSiswaNavbarV2
Tesssss Tesssss
CssBlog
redesain-navbar Portlet
metablog-web Portlet
Blog
https://citarumharum.jabarprov.go.id/
Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah fenomena mengkhawatirkan terungkap di Indonesia: air hujan yang turun ke bumi ternyata tidak lagi sepenuhnya murni. Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan, termasuk dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menemukan adanya kontaminasi mikroplastik dalam sampel air hujan yang dikumpulkan dari beberapa daerah, seperti Bogor dan Depok. Temuan ini membuka mata kita bahwa polusi plastik telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan, bahkan mampu "naik ke langit" dan turun kembali bersama hujan. Lalu, apa sebenarnya mikroplastik, apa penyebab utamanya, dan bagaimana dampaknya bagi kesehatan kita? Mari kita telusuri melalui kacamata ilmu pengetahuan, khususnya Kimia.
Secara kimia, plastik adalah polimer (materi tentang Polimer bisa dipelajari di Apps Aku Pintar), yaitu molekul raksasa (makromolekul) yang tersusun dari rangkaian panjang unit-unit berulang yang disebut monomer. Monomer-monomer ini dihubungkan oleh ikatan kovalen yang kuat. Sebagian besar plastik, seperti polyethylene (PE) dan polypropylene (PP), berasal dari minyak bumi (petrokimia) dan bersifat sangat stabil—sulit terurai oleh mikroorganisme alamiah.
Mikroplastik didefinisikan sebagai partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter. Partikel ini berasal dari dua sumber utama:
Proses kontaminasi mikroplastik dalam siklus hidrologi merupakan perpaduan antara fisika dan kimia lingkungan.
Sumber Polusi yang Masif Penyebab utama adalah tingginya produksi dan konsumsi plastik sekali pakai di Indonesia, yang tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan sampah yang efektif. Sampah plastik yang tercecer di lingkungan, baik di darat maupun di saluran air, akan terpapar oleh radiasi matahari (sinar UV), panas, oksigen, dan gesekan mekanis.
Proses Degradasi Plastik (Tinjauan Kimia) Meskipun ikatan kovalen dalam polimer plastik kuat, mereka memiliki titik lemah. Sinar UV dari matahari membawa energi yang cukup untuk memutus ikatan kimia tertentu dalam rantai polimer. Proses ini disebut degradasi UV atau fotodegradasi. Rantai polimer yang panjang dan kuat secara bertahap akan terpecah menjadi rantai yang lebih pendek dan rapuh. Proses ini dipercepat oleh panas dan oksigen (proses oksidasi). Akhirnya, plastik yang besar dan kokoh akan retak, mengelupas, dan hancur menjadi serpihan-serpihan mikroplastik.
Transportasi oleh Angin dan Siklus Hidrologi Karena ukurannya yang sangat kecil dan ringan, partikel mikroplastik dengan mudah terangkat oleh angin ke atmosfer. Proses ini mirip dengan bagaimana debu dan partikel tanah halus (aerosol) terbang terbawa angin. Di atmosfer, partikel mikroplastik ini dapat "menumpang" pada partikel air yang menguap dan membentuk awan. Ketika kondisi sudah tepat untuk terjadi presipitasi (hujan), partikel air dalam awan akan mengondensasi dan menjebak mikroplastik di dalamnya, lalu membawanya turun ke bumi.
Dalam konteks Kimia Lingkungan, ini adalah contoh nyata dari polutan yang mengalami transportasi jarak jauh dan memasuki siklus biogeokimia.
Bahaya mikroplastik bagi kesehatan manusia berasal dari dua aspek: partikel fisiknya sendiri dan bahan kimia yang dibawanya.
Bahaya secara Fisik Ketika terhirup melalui udara (karena mikroplastik ada di atmosfer) atau tertelan melalui air minum yang terkontaminasi, partikel mikroplastik yang tajam dan asing dapat menyebabkan:
Bahaya sebagai Vektor Polutan (Materi Kimia Lanjutan) Ini adalah aspek kimia yang paling mengkhawatirkan. Plastik tidak hanya terdiri dari polimer murni. Dalam proses pembuatannya, ditambahkan berbagai aditif kimia seperti plasticizer (contoh: ftalat untuk membuat plastik lentur), flame retardant (penghambat api), dan stabilizer. Banyak dari aditif ini bersifat Endocrine Disrupting Chemicals (EDC) atau pengganggu hormon. Senyawa-senyawa ini tidak terikat kuat pada matriks polimer dan dapat terleaching (terlindi) keluar di dalam tubuh.
Selain aditif, struktur plastik yang bersifat hidrofobik (takut air) membuatnya seperti "magnet" bagi polutan organik persisten (POP) lainnya di lingkungan, seperti pestisida DDT atau bifenil poliklorinasi (PCB). Ketika mikroplastik masuk ke dalam tubuh, polutan-polutan beracun ini ikut terbawa dan dilepaskan.
Dampak dari paparan EDC dan POP ini antara lain:
Fenomena air hujan yang mengandung mikroplastik adalah alarm keras bagi kita semua. Ini membuktikan bahwa polusi plastik telah menjadi krisis multidimensi yang tidak hanya mencemari lautan dan daratan, tetapi juga siklus air global. Dari sudut pandang Kimia, plastik bukanlah materi yang "hilang" setelah terbuang; ia hanya berubah bentuk dari makroplastik yang terlihat menjadi mikroplastik yang tak kasat mata, sambil membawa serta risiko kimia yang berbahaya bagi kesehatan dan ekosistem.
Solusinya memerlukan pendekatan menyeluruh, mulai dari pengurangan drastis penggunaan plastik sekali pakai, peningkatan pengelolaan sampah, hingga inovasi dalam dunia Kimia untuk menciptakan plastik yang benar-benar terurai (biodegradable) dan tidak beracun. Sebagai individu, kita dapat berkontribusi dengan memilih untuk tidak menggunakan plastik yang tidak perlu, mendaur ulang dengan benar, dan mendukung kebijakan yang berwawasan lingkungan. Masa depan kesehatan bumi dan manusia ada di tangan kita.
ArtikelTerkaitV3
Cesium-137: Si "Siluman" Radioaktif yang Bisa Jadi Inspirasi
Sobat Pintar, pernah dengar tentang Cesium-137? Zat radioaktif ini mungkin terdengar menyeramkan, tapi tahukah kamu bahwa di balik bahayanya, ada peluang besar untuk berkarier di bidang sains dan teknologi? Yuk, kupas tuntas tentang Cesium-137 dan bagaima...
Baca Selengkapnya
Mengenal Ragam Profesi HR dan Peta Karirnya: Dari Spesialis
Human Resources (HR) atau Sumber Daya Manusia telah berevolusi dari fungsi administratif menjadi strategic business partner yang vital. Profesi di bidang ini menawarkan ragam spesialisasi dan jenjang karir yang jelas bagi mereka yang tertarik mengelola da...
Kelapa Sawit vs Kelapa Biasa: Asal Nama, Perbedaan, dan Tant
Asal Muasal Nama "Kelapa Sawit" Nama "kelapa sawit" berasal dari dua kata: "kelapa" dan "sawit". Kata "kelapa" digunakan karena buahnya menghasilkan minyak, mirip dengan kelapa biasa yang juga menghasilkan minyak (minyak kelapa). Sementara "sawit" diduga...
Hai Sobat Pintar,
Yuk Cobain Aplikasi Aku Pintar Sekarang Juga!
Jutaan siswa sudah menemukan minat, bakat dan kampus impian bersama Aku Pintar. Sekarang giliran kamu Sobat!
BannerPromoBlog