Kalimat yang Membangun dan Menjatuhkan Siswa
APSiswaNavbarV2
Tesssss Tesssss
CssBlog
redesain-navbar Portlet
metablog-web Portlet
Blog
Photo by sean Kong on Unsplash
Komunikasi yang mendidik itu yang bagaimana? Komunikasi yang mendidik itu seperti apa? Apakah selama mengajar, kita telah berkomunikasi dengan siswa dengan cara-cara yang cukup mendidik, Guru Pintar? Kenapa pula kita perlu memperhatikan komunikasi guru dan siswa dalam pembelajaran?
Â
Photo by Pavel Danilyuk on Pexels
Sebagaimana orang tua, guru juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap siswa. Bahkan terkadang anak-anak lebih mendengarkan guru daripada nasehat orang tua sendiri. Memang siswa tampaknya menunjukkan sikap yang seolah tidak terlalu peduli, tetapi sebenarnya perkataan guru ke siswa itu cukup membekas.
Sebagai orang dewasa, terkadang ada kata-kata orang lain yang meninggalkan bekas di benak kita. Bila kata-kata itu baik, kita tertinggal dengan memori yang menyenangkan. Sebaliknya, kita memendam memori yang suram saat mendengarkan kata-kata yang buruk. Demikian pula, tak sulit bagi siswa yang masih berusia belia untuk merekam kalimat yang membangun atau, sebaliknya, menjatuhkan.
Contohnya, saat seorang guru berkata "Begitu saja ga ngerti" atau "Ah, gitu aja ga bisa," siswa mungkin tak menunjukkan reaksi apa-apa. Namun kalimat menjatuhkan dari guru seperti ini bisa menurunkan semangat belajarnya, bahkan sampai membuatnya tidak menyukai mata pelajaran tersebut – mungkin sampai lulus sekolah. Kena mental, kalau kata anak zaman sekarang.
Sebaliknya, tak sekali dua kali siswa menjadi suka mapel tertentu hanya karena pada awalnya suka dengan cara guru mengajar. Komunikasi guru dan siswa yang bahkan berpengaruh pada kelancaran kita mengajar. Dengan menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan, itu pun sudah merupakan salah satu bentuk profesionalitas guru. Bukankah demikian, Guru Pintar?
Guru semestinya menjadi sosok yang dapat dipercaya dan ditiru. Kata-katanya dapat dijadikan panutan dan bisa dipertanggungjawabkan. Pula, guru adalah sosok teladan yang perilakunya menginspirasi siswa. Maka tak hanya perkataan guru ke siswa yang perlu diperhatikan, tetapi sikapnya juga. Jangan sampai kita munjukkan sikap yang memandang rendah murid hanya karena usianya lebih muda atau merasa lebih tahu.
Sebagai gambaran, berikut dijabarkan contoh-contoh komunikasi yang mendidik di sekolah. Sekali lagi, di samping memengaruhi relasi yang terjalin antara guru dan siswa, bentuk-bentuk komunikasi yang disampikan oleh guru juga merupakan teladan yang dapat ditiru oleh siswa.
Setiap orang memiliki pendapat dan pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan siswa. Menanggapi siswa dengan "Sok tau" atau "Kamu masih bocah" dan semacamnya cenderung memandang rendah murid. Kata-kata menjatuhkan mental seperti ini sebaiknya dihindari dengan bertanya lebih jauh tentang apa yang disampaikan siswa. Misalnya, ajak siswa berdiskusi atau tanyakan "Maksudmu bagaimana?" dan kemudian simak jawaban yang disampaikan.
Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, apalagi siswa yang belia. Alih-alih mengecam siswa dengan kata-kata penghancur mental seperti "Kamu ini bagaimana sih" atau "Kok bisa kamu melakukannya," lebih baik bila kita menjelaskan di mana letak kesalahannya dan akibat apa yang akan ditanggungnya karena kesalahan tersebut. Dengan menyadari kesalahannya, siswa punya kesempatan untuk belajar agar tak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.
"Begitu saja tak bisa" ditambah dengan eskpresi menghina adalah double kill – kata anak zaman sekarang. Bukan hanya kalimat menjatuhkan perasaan yang diucapkan, tetapi gestur yang ditunjukkan oleh guru juga dapat membuat siswa kena mental. Lebih baik membimbing siswa dengan menggunakan kalimat membangun seperti "Coba lagi ya" atau "Bagian mana yang sulit" dan lantas membantunya.
Dari sekian ratus siswa di sekolah yang kita jumpai setiap hari, masing-masing merasakan sesuatu. Ada siswa yang senang-senang saja, ada pula yang suntuk dengan permasalahan keluarga, dan lain sebagainya. Manusiawi bila performa belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh apa yang sedang dirasakannya. Alih-alih memvonis dengan kata-kata mental seperti "Kamu malas" atau "Kamu sensitif banget" atau "Kamu tidak memperhatikan" dan lain sebagainya, ada baiknya bila kita bisa memahami terlebih dahulu apakah siswa sedang merasa sedih, marah, kecewa, dan lain sebagainya. Di usianya, tak jarang tindakan dan sikap siswa lebih didorong oleh apa yang dirasakannya.
Kata-kata kena mental versi siswa memang beragam. Bagi siswa X, misalnya, kata-kata kita mungkin dianggap biasa saja. Sedangkan buat siswa Y, kata-kata kita mungkin dirasa menyakitkan, menyebalkan, bahkan menyinggung. Sepertinya cukup bijak bila kita membiasakan diri mengucapkan kalimat-kalimat yang bernada lebih positif dan menghindari kalimat-kalimat yang sebaliknya. Contoh kalimat kurang baik bagi guru dan sebaiknya tidak diucapkan kepada siswa:
"Kamu bodoh."
"Orang tuamu pasti sangat kecewa."
"Jangan ganggu saya."
"Itu masalahmu."
Guru Pintar, kita bisa membiasakan diri mengindari mengucapkan kalimat dengan pesan yang semakna seperti di atas. Sekali lagi, sebagai sosok yang semestinya bisa digugu dan ditiru, alangkah baiknya bila kita bisa menjaga tutur kata, terutama ucapan di lingkungan sekolah, serta sikap perbuatan.
Dengan mengucapkan kalimat yang bermakna positif, jauh dari menghakimi dan mencela, sebenarnya kita telah menerapkan komunikasi yang mendidik. Komunikasi guru dan siswa yang baik pada gilirannya akan berdampak baik pula pada proses belajar mengajar di kelas. Dengan demikian, kita pun sudah selangkah menjadi guru super efektif.
ArtikelTerkaitV3
Ini Dia Alasan Mengapa Tes Minat Bakat Jurusan SMK Penting B
Daftar 40+ Jurusan SMK di Indonesia Sobat Pintar, tahukah kamu bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 40 jurusan SMK yang bisa kamu ambil? Tentu kamu harus memilih jurusan yang sesuai dengan skill yang kamu minati. Untuk memberikan kamu referensi menge...
Baca Selengkapnya
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG): Melahirkan Guru Profe
Tentang Program Pendidikan Profesi (PPG) Sobat Pintar, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program studi yang dirancang untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Non Kependidikan menjadi guru profesional. Program ini bertujuan meng...
Wajib Diperhatikan! Ini Daftar 10+ Alasan dan Motivasi Saat
Tentang OSIS: Sejarah Singkat dan Kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS adalah organisasi resmi di dalam sekolah. Organisasi ini sudah ada sejak tahun 1923 dengan nama PPIB (Perhimpunan Pelajar Indonesia Baru). Lalu pada tahun 1964, PPIB ...
Hai Sobat Pintar,
Yuk Cobain Aplikasi Aku Pintar Sekarang Juga!
Jutaan siswa sudah menemukan minat, bakat dan kampus impian bersama Aku Pintar. Sekarang giliran kamu Sobat!
BannerPromoBlog