Sekolah Tatap Muka: Ya atau Tidak? – Perbincangan Seru di Battle Pintar
APSiswaNavbarV2
Tesssss Tesssss
CssBlog
redesain-navbar Portlet
metablog-web Portlet
Blog
Sekolah Tatap Muka, photo by Alexandr Podvalny on Pexels
Sudah siap masuk sekolah lagi, Sobat Pintar? Bukan hanya Sobat Pintar nih, yang mengantisipasi sekolah luring (luar jaringan/offline). Para Ortu Pintar dan Guru Pintar pun menaruh perhatian yang sangat besar, akan seperti apa tahun ajaran baru mendatang.
Pro kontra dibukanya kembali sekolah menjadi topik seru Battle Pintar di IG Live @akupintar.id pada 21 April 2021. Kali ini Kak Pebri mempertemukan Bapak Nur Cahyo Wiloso, Ortu Pintar dengan tiga orang anak, dan Anata, Sobat Pintar kelas XI. Di akhir battle, seperti biasa, Kak Pebri mengajak kita untuk memandang dengan kacamata Psikologi. Kali ini, narasumber Battle Pintar adalah Ibu Dr. Primatia Yogi Wulandari, M.Si., Sekretaris Departemen Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Photo by Haseeb Modi on Unsplash
Mengawali Battle Pintar, Bapak Cahyo menyahut pertanyaan Kak Pebri tentang efektivitas Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Menurut beliau, belajar dengan sistem tatap muka terbatas takkan efektif. Bapak Cahyo pesimis bahwa sekolah dapat menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan fasilitas belajar seperti jumlah bangku, sterilisasi, pengukuran suhu, dan lain sebagainya. Beliau juga menyangsikan siswa cukup peduli dengan protokol kesehatan saat bertemu teman-temannya.
Meskipun demikian, Bapak Cahyo tidak menentang sepenuhnya gagasan PTMT. Beliau menambahkan, diperlukan contoh pembelajaran terbatas yang efektif seperti apa, misalnya melalui video dari negara-negara lain yang telah berhasil melakukannya. Transparansi media juga diperlukan untuk melaporkan seperti apa sesungguhnya PTMT di sekolah.
Ketika Kak Pebri menanyakan kesiapan beliau sebagai orang tua untuk melepas anak mengikuti sekolah luring, Bapak Cahyo segera menjawab, "Tidak siap. Jika sekolah mewajibkan, sekolahnya akan saya datangi dua hari sebelumnya." Jika perlu, Bapak Cahyo akan cuti kerja, menunggui anak di sekolah, bahkan upload di media sosial beliau.
Itulah sebabnya, Bapak Cahyo melanjutkan, akuntabilitas media untuk meliput PTMT sekolah diperlukan. Orang tua juga perlu memberikan izin tertulis bahwa anak dibolehkan mengikuti PTMT di sekolah.
Kesangsian Bapak Cahyo sebagai orang tua akan PTMT, bagaimanapun juga, dipengaruhi oleh kemampuan sekolah menyediakan resources yang dibutuhkan. Merinci pernyataan beliau di awal, resources yang dimaksud mencakup jumlah ruang kelas, tempat cuci tangan, hingga akses bagi orang tua untuk mengawasi anak selama di sekolah.
Di sisi lain, Bapak Cahyo tak memungkiri manfaat dibukanya sekolah kembali. Anak menjadi lebih aktif bergerak setelah sekian lama menjadi generasi rebahan. Pula, beban orang tua mengawasi anak di rumah menjadi lebih ringan.
Namun untuk saat ini, Bapak Cahyo menekankan bahwa sekarang belum waktunya sekolah dibuka kembali. Beliau berkeyakinan bahwa data dan fakta harus berbicara dulu. Bila perlu, beliau menambahkan, dibuat kelas percobaan di zona hijau untuk menguji data. Misalnya, sekolah favorit yang memiliki resource bagus dapat mencoba blended learning.
Bapak Cahyo mengibaratkan pandemi seperti menutup keran air. Keran itu harus dibuka pelan-pelan, tanpa euforia atau bahkan demi tren. Karena jika demikian, maka yang dipertaruhkan adalah kesehatan dan anak-anak. "Belajar dari negara-negara lain yang sudah tatap muka," ulang beliau.
Mengakhiri pandangan beliau tentang PTMT, Bapak Cahyo berujar bahwa yang terpenting adalah membangun kerangka atau pola pikir yang sama tentang pembelajaran tatap muka antara anak, orang tua, dan guru/sekolah. Setiap pihak juga perlu berlatih disiplin dengan lebih keras, bukan hanya saat dipantau oleh Dinas Kesehatan atau wartawan. Meringkas keterlibatan banyak pihak, Bapak Cahyo mengutip judul sebuah lagu lawas, "Jangan ada dusta di antara kita."
Photo by ROBIN WORRALL on Unsplash
Sebaliknya, optimisme begitu kuat ditunjukkan oleh Anata. Segera ia berargumen bahwa belajar di sekolah akan berjalan efektif karena kapasitas kelas dikurangi. Dengan jumlah siswa yang tidak sepenuh biasanya, akan lebih mudah dan cepat bagi Anata untuk mencerna dan menerima pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Pembatasan jam belajar di sekolah pun tak jadi soal buat Anata. Sedikit jam belajar di sekolah sudah cukup baginya untuk mengurangi stres dan jenuh akibat belajar sendiri di rumah. Karena itulah, ia tak sabar menunggu bertemu guru dan teman-temannya.
Bagi Anata, belajar luring sangat besar manfaatnya. Anata sendiri mengalami kesulitan belajar bila tak melihat guru secara langsung. Banyak temannya setuju belajar luring karena sudah bosan di rumah. Bagi mereka, kebiasaan guru memberi tugas tanpa penjelasan materi pelajaran yang memadai terasa berat.
Teman-teman Anata juga sudah banyak yang mulai melakukan simulasi pembelajaran tatap muka. Mereka harus menyesuaikan diri dengan jam belajar tanpa waktu istirahat meskipun ada guru ada yang mengizinkan waktu istirahat di tengah jam belajar.
Sebagian teman-teman Anata yang belum siap masuk sekolah tatap muka disebabkan karena sudah merasa nyaman dengan belajar daring. Sebagian yang lain belum siap masuk sekolah lagi karena masih kurangnya pengetahuan tentang pandemi dan apa-apa yang harus diantisipasi. Bagi Anata, yang penting jaga kesehatan saja. Disiplin menjalankan prokes, "Pakai masker, cuci tangan, jaga kebersihan."
Untuk mengantisipasi belajar luring, Anata berpendapat bahwa penting bagi sekolah untuk memenuhi syarat-syarat pembelajaran tatap muka. Sosialisasi dengan orang tua juga perlu digencarkan karena ada orang tua yang sudah memberikan izin, sedangkan sebagian lagi belum mengizinkan anak-anaknya masuk sekolah lagi. Pula, Anata menyoroti sarana protokol kesehatan yang lengkap. Misalnya, sekolah menyediakan Satgas jikalau terjadi hal-hal yang tak diinginkan di sekolah. Terpenting, Anata mengingatkan bahwa jadwal kelas jangan sampai berbenturan agar kapasitas kelas tetap terjaga.
Photo by K8 on Unsplash
Menengahi pro kontra dibukanya sekolah kembali ketika pademi belum sepenuhnya usai, Ibu Primatia dari Universitas Airlangga menyampaikan hasil riset Psikologi Pendidikan dan Perkembangan di lapangan. Beliau menjelaskan bahwa evaluasi pembelajaran daring selama ini tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan, dari tingkat PAUD sampai perguruan tinggi.
"Kita belum cukup siap untuk hanya menggunakan pelajaran daring", tegas Ibu Primatia. Beliau sependapat dengan ide Bapak Cahyo tentang blended learning karena anak-anak belum memiliki self direction untuk belajar secara mandiri.
Disamping itu, akses sarana dan prasarana di Indonesia tidak sama. Di sebagian wilayah ada guru yang harus mendatangi siswanya, door to door, saat sinyal internet susah, atau satu keluarga hanya memiliki satu smartphone. Kondisi Indonesia sangat beragam, yang mempengaruhi kondisi belajar anak. Maka, PTMT akan lebih efektif daripada pembelajaran daring sepenuhnya supaya capaian belajar menjadi lebih baik.
"Pandemi memaksa kita di kondisi tidak seimbang," Ibu Primatia melanjutkan. Belajar daring tidak dapat memenuhi kebutuhan sosial emosional anak, sedangkan belajar tatap muka menyeimbangkan kebutuhan kognitif dan sosial emosional anak. "Sifat kita sebagai manusia senang menjalin relasi sosial. Saat anak tidak stres, happy, motivasi belajar menjadi lebih tinggi," lanjut beliau.
Perubahan pembelajaran dari daring ke luring juga harus dilakukan pelan-pelan karena daya adaptasi setiap orang berbeda. Anak harus siap dengan perubahan metode belajar, dari belajar secara visual saja menjadi lebih lengkap dengan auditori dan kinestetik pula.
Guru pun mengalami perubahan. Pembelajaran luring sebelum pandemi dengan pasca-pandemi tentu berbeda. Metode pembelajaran pasca-pandemi tentu berbeda, harus lebih fun, menggunakan ice breaking yang menarik, bahkan mungkin perlu menerapkan team teaching.
Ibu Primatia mengutip hasil suatu riset yang menyebutkan bahwa efektifitas pemakaian masker pada remaja hanya mencapai tiga jam. Maka, pembelajaran di kelas paling lama idealnya tiga jam, kemudian siswa pulang dan dapat membuka masker.
Untuk mengantisipasi PTMT mendatang, Ibu Primatia menyoroti pentingnya komunikasi orang tua dan anak. Anak-anak usia belasan tahun berisiko mendapatkan penyakit lebih kecil, namun berpotensi menularkan penyakit lebih besar. Hal ini perlu diperhatikan, terutama bila ada lansia di rumah. "Mempersiapkan anak dari awal itu penting. Bagaimana pembiasaan di rumah?," beliau mengingatkan.
Photo by Carli Jeen on Unsplash
Sebelum menutup Battle Pintar, Kak Pebri membacakan dua pertanyaan yang muncul saat IG Live berlangsung. Pertanyaan pertama dari salah seorang Sobat Pintar yang ingin sekali masuk sekolah. Bagaimana cara menyampaikan wacana belajar dengan pembatasan masuk 50%-50% kepada orang tua?
Menjawab pertanyaan tersebut, Ibu Primatia menekankan kembali komunikasi yang terbuka antara sekolah dan orang tua serta antara orang tua dan anak. Bila orang tua belum memahami sepenuhnya tentang pembelajaran terbatas, anak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Anak juga perlu menunjukkan bahwa ia siap masuk sekolah dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Pertanyaan kedua disampaikan oleh Ortu Pintar yang ingin anak masuk sekolah, namun masih ragu dan was-was dengan kelas luring yang akan berlangsung nanti. Untuk itu, Ibu Primatia mengingatkan bahwa orang tua berhak mengetahui persiapan protokol kesehatan sekolah menyambut PTMT.
Disamping itu, orang tua harus percaya bahwa anak dapat mempraktikkan protokol kesehatan saat di sekolah. Ibu Primatia mendorong orang tua untuk tak bosan mengingatkan anak dan bertanya tentang kegiatan sekolahnya setiap hari agar memperoleh informasi tanpa membuat anak merasa terintimidasi.
Menutup Battle Pintar, Anata menguatkan pesan Ibu Primatia, "Jaga kesehatan, prokes, dan kepercayaan ortu biar bisa tatap muka."
Bapak Cahyo menambahkan bahwa beliau ingin semua pihak maju bersama dan mau bersungguh-sungguh membangun kepercayaan. Untuk Sobat Pintar, "Semangat!" ujar beliau. Untuk Ortu Pintar, senada dengan Ibu Primatia, Bapak Cahyo mengingatkan agar tak jemu mencermati program sekolah dan perilaku anak.
Bapak Cahyo sendiri punya trik menjaga keterlibatan peserta online training beliau. Guru Pintar ingin tahu trik jitu beliau? Jangan lewatkan Battle Pintar selengkapnya, episode Sekolah Tatap Muka: Ya atau Tidak? di IG TV Aku Pintar.
ArtikelTerkaitV3
Ini Dia Alasan Mengapa Tes Minat Bakat Jurusan SMK Penting B
Daftar 40+ Jurusan SMK di Indonesia Sobat Pintar, tahukah kamu bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 40 jurusan SMK yang bisa kamu ambil? Tentu kamu harus memilih jurusan yang sesuai dengan skill yang kamu minati. Untuk memberikan kamu referensi menge...
Baca Selengkapnya
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG): Melahirkan Guru Profe
Tentang Program Pendidikan Profesi (PPG) Sobat Pintar, Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah program studi yang dirancang untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Non Kependidikan menjadi guru profesional. Program ini bertujuan meng...
Wajib Diperhatikan! Ini Daftar 10+ Alasan dan Motivasi Saat
Tentang OSIS: Sejarah Singkat dan Kepengurusan Organisasi Siswa Intra Sekolah atau OSIS adalah organisasi resmi di dalam sekolah. Organisasi ini sudah ada sejak tahun 1923 dengan nama PPIB (Perhimpunan Pelajar Indonesia Baru). Lalu pada tahun 1964, PPIB ...
Hai Sobat Pintar,
Yuk Cobain Aplikasi Aku Pintar Sekarang Juga!
Jutaan siswa sudah menemukan minat, bakat dan kampus impian bersama Aku Pintar. Sekarang giliran kamu Sobat!
BannerPromoBlog