APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

Demi Kuliah, Mahasiswa Poligon Ini Rela Jalan Kaki Delapan Jam

avatar penulis

Anita cahyaningrum

22 February 2018

header image article

Photo by Chaitanya Tvs on Unsplash

“Kalau saya berangkat pukul satu dari kampus, berarti sampai di rumah pukul delapan, jalannya santai saja, di tengah jalan kadang ada yang memberi tumpangan, kadang ada yang menawarkan minum,” begitu ungkap Jafar Kasim, 22, mahasiswa semester satu di jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Gorontalo, Botupingge, Bone Bolango.

Pria bersuara kalem ini mengatakan, semuanya terpaksa dilakukannya untuk berhemat. Ongkos angkot dari Botupingge ke Olele, kampung halamannya yang berjarak lebih dari 30 kilometer itu sebenarnya terbilang murah bagi sebagian kalangan, kisaran sepuluh ribu rupiah saja.(Mau tahu seperti apa surga Olele? simak di sini)

Tapi terkadang disaat ingin pulang kampung – biasanya setiap akhir pekan- dirinya hanya memiliki uang pas-pasan. “jadi lebih baik saya pulang jalan kaki saja, naik angkot setelah balik ke kampus,” kata Djafar tersenyum.

Ssaat berjalan kaki di bawah terik matahari, dia menjumpai banyak kebaikan, dari pengendara yang menawarkan tumpangan kendaraan, atau warga yang memintanya berhenti sejenak, menawarinya penganan dan minum sekedarnya.

“Mereka suka tanya-tanya, kenapa saya jalan kaki, saya jawab saya seadanya, ” katanya. Meski begitu, dia pantang meminta-minta.

Djafar memang berasal dari keluarga nelayan sederhana di Olele,desa yang dikenal luas sebagai surga bawah laut dengan keindahan taman laut berkelas dunia. Ayahnya, Salim Kasim, hanyalah nelayan kecil. Sedang ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa.

Dalam keterbatasan biaya, pria bungsu dari dua bersaudara itu punya keinginan kuat untuk bersekolah. Dia sempat menganggur dua tahun dan berdagang kue keliling, sebelum akhirnya mendapat beasiswa di Poligon.

Di kampus, pria yang suka berdendang dangdut dan mengidolakan Rhoma Irama ini juga berjualan aneka penganan, kue dan kacang-kacangan, nasi kuning titipan warga sekitar. Dia dapat sekian persen dari usaha itu.dia mengaku tidak sedikitpun malu dengan usaha itu.

“Cita-cita saya mau jadi pengusaha, seperti bapak Fadel Mohamad,” kata dia malu-malu.

Beruntung selama ini, dia mendapat orang tua asuh dari warga sekitar, Elvi Bakari namanya, yang memberinya tempat tinggal dan makan-minum. Jafar mengaku sangat bersyukur atas apa yang dimilikinya.

Sebagai rasa terimakasih, tak lupa pula dia membawakan oleh -oleh kecil dari kampung buat orang tua angkatnya. Sekedar beberapa ikan segar yang ditentengnya dalam peluh saat meniti langkah. Memastikan cita-cita besarnya tak kandas di tengah jalan.

 

Sumber : http://degorontalo.co