APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

Sutini: 13 Tahun Guru Tidak Tetap, Diterima Menjelang Batas Maksimal Usia Pendaftaran

avatar penulis

Sapta Arif

7 April 2022

header image article

Photo by Chaitanya Tvs on Unsplash

Sutini mungkin tidak pernah mengira jika ia akan mendedikasikan diri sebagai abdi negara di Kota Kelahiran Susilo Bambang Yudhoyono. Perempuan alumni STKIP PGRI Ponorogo tahun 2009 itu diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) empat bulan menjelang usia 35 tahun. Diterima menjadi PNS bagi Sutini terasa seperti mimpi. “Ini adalah kesempatan terakhir untuk daftar CPNS. Tentu, ini semua tidak lepas dari campur tangan Tuhan dan berkah guru-guru saya,” ungkap Sutini dengan ekspresi yang menggambarkan rasa syukurnya.  

Tahun 2018 silam, Sutini mengikuti seleksi CPNS Pemprov Surabaya tetapi belum berhasil. Kala itu ia hanya sampai pada tahapan tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Pengalaman mengikuti seleksi itu menjadi pelajaran berharga baginya. Pasalnya, ia menjadi lebih paham cara belajar dan apa saja yang harus dipersiapkan dalam menjalani serangkaian tes CPNS.

Setahun kemudian, pendaftaran CPNS kembali dibuka secara online. Kabar itu membuat Sutini gembira. Itu berarti dia masih memiliki kesempatan menjadi PNS yang selama ini memang menjadi cita-citanya. Sejak mengetahui mendengar kabar itu, Sutini mulai melihat pengumuman dengan saksama, mengamati setiap formasi yang berpeluang ia ikuti. Berdasarkan formasi-formasi  yang ada, ia menemukan sejumlah formasi yang kemungkinan bisa dimasukinya. Sutini lalu meminta saran dari teman yang telah menjadi PNS terlebih dahulu di wilayah formasi pilihannya tersebut. Akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan anjuran teman, Sutini memilih formasi guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Bandar Kabupaten Pacitan. Kala itu, Sutini belum mengetahui lokasi, kondisi lingkungan, dan hal apapun tentang sekolah itu. Mengetahui di sana ada formasi guru Bahasa Indonesia sudah membuatnya bahagia.

Setelah mendaftar CPNS secara daring, Sutini melaksanakan kegiatan seperti biasanya. Selang beberapa hari, ia mendapat kabar dari teman satu sekolahnya, sekolah yang ia pilih itu medannya sangat sulit. Jalannya melewati hutan dan lokasinya berada di puncak gunung. Mendengar kabar tersebut, Sutini yang tadinya merasa bahagia karena telah mendapatkan formasi yang diinginkannya kini menjadi bimbang. Ia mulai ragu atas pilihannya tetapi apa boleh buat keputusan sudah diambil. “Seandainya belum tak akhiri, saya akan mengubah pilihan. Tapi, sudah terlanjur masuk sistem SSCN,” tutur perempuan kelahiran 13 Januari 1985 itu.

Tahapan demi tahapan proses rekruitmen CPNS diikuti Sutini. Mulai dari seleksi administrasi, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Sutini melakukan semua proses tersebut dengan santai tetapi penuh kesungguhan. Mulai dari scan berkas-berkasa hingga pengunggahan ia lakukan sendiri secara teliti dan hati-hati. Tahap ini membutuh kejelian dalam menyelesaikannya. Sikap teliti dan hati-hati itu membuat Sutini lolos seleksi administrasi.

Langkah selanjutnya, Sutini mempersiapkan diri mempelajari materi untuk menghadapi tes SKD dan tes SKB. Cara belajarnya pun unik, ia mulai belajar sekitar pukul 9 malam, sambil menanti anaknya yang baru berumur 1 tahun tertidur lelap. Sutini  mencari referensi soal tes CPNS dari beberapa sumber. Mulai dari Youtube, Facebook, WhatApps group, dan Telegram. Aktivitas itu menjadi menu kesehariannya dalam bulan-bulan menjelang tes. Selain belajar secara maksimal, Sutini juga menerapkan tips, triks, dan dan kiat khusus lolos CPNS yang ia dapatkan dari YouTube, seperti berbakti dan minta doa restu orang tua, berbuat baik kepada suami, memperbanyak sedekah, melaksanakan sholat hajat, dan senantiasa berdoa.

Dalam tes SKD, Sutini menduduki peringkat tiga. Itu sudah cukup membuatnya bahagia dan bersemangat untuk belajar lebih giat guna menghadapi tes selanjutnya. Walaupun dalam hati kecil, Sutini ragu akan kemampuannya. Ditambah lagi, melihat skor nilai pesaing di atasnya lumayan jauh. Setelah dinyatakan lolos tahap SKD, Sutini belajar lebih giat lagi. Ibarat seorang yang akan bertempur, ia mati-matian mempersiapkan segalanya. Sedekahnya ditambah; sholat hajatnya diseringkan; Sutini berusaha semaksimal mungkin melayani dan berbuat baik kepada orang tua, suami, dan kedua anaknya. Dalam pikirannya, ia harus mendapatkan nilai maksimal dalam tes SKB untuk dipersembahkan pada keluarga. Ia tidak lagi memikirkan lolos atau tidaknya menjadi PNS. “Saya kalau menargetkan lolos CPNS itu berat, paling tidak sebagai kenang-kenangan saja. Nanti bisa untuk cerita ke anak cucu bahwa pernah mengikuti tes SKB,cerita Sutini penuh haru.

Tahun 2020, tepatnya pada hari Jumat tanggal 25 September, Sutini mengikuti SKB di Pacitan. Semua proses dalam mengikuti SKB serasa dimudahkan, termasuk mendapatkan tempat menginap yang nyaman dan gratis. Mungkin semua sudah menjadi kuasa Allah. Kun fayakun, apa yang dikehendaki-Nya maka terjadilah. Siapa sangka, saat SKD ia menduduki peringkat tiga, namun hasil akhir SKB menempatkan namanya bertengger di posisi paling atas. Sikap, tindakan, dan perjuangan Sutini mengantarkannya sebagai pemenang. “Semua berkat restu keluarga, khususnya orang tua dan ridho Allah SWT.”

Oktober 2020, Sutini resmi dinyatakan lulus seleksi CPNS tahun 2019 formasi SMPN 4 Bandar, Pacitan sebagai guru Bahasa Indonesia. Ia begitu bahagia melihat pengumuman itu. Namun, seketika ia teringat kata-kata temannya, yang mengatakan sekolah itu adalah sekolah yang ada di hutan dan medannya sangat sulit untuk dilalui. Seketika kebahagiaan itu berubah menjadi perasaan was-was dan bimbang. Suami adalah sosok yang memotivasi, menghibur, dan sekaligus menguatkan bahwa dirinya bisa melaluinya. Jika pun tidak, pasti ada jalan keluar, yang terpenting lolos CPNS itu sesuatu yang harus disyukuri. Hal itu yang membuat dirinya sedikit tenang.

Suatu hari setelah pengumuman resmi tersebut, Sutini bersama suami dan anaknya memutuskan untuk cek lokasi sekaligus ingin membuktikan perkataan orang-orang selama ini. Apakah benar SMPN 4 Bandar berada di puncak gunung dan medannya sangat sulit untuk dilalui. Ternyata benar adanya, pertama kali berkunjung ke sana melihat jalan dan medan, perasaan ngeri, takut, bercampur menjadi satu. Sutini seumur-umur memang tidak pernah pergi ke hutan. Ini pengalaman pertamanya naik motor melalui hutan. Inilah nanti jalan menuju ke tempat kerjanya setiap hari. Sutini diam. Akan tetapi, setelah sampai di lokasi, hatinya berdecak kagum. Sekolahnya bagus, bersih, dan tertata rapi. Ditambah lagi cat temboknya berwarna hijau, menambah asri. Pemandangan alam sekelilingnya sungguh luar biasa. “Kalau boleh saya bilang, sekolah itu seperti villa di puncak saja. Senang rasanya karena saya tidak salah menetapkan pilihan,” cerita perempuan hebat itu.

Sepulang dari SMPN 4 Bandar, Sutini berbunga-bunga membayangkan bekerja di tempat yang bagus dan indah. Namun, di sisi lain ia juga bersedih. Diam-diam Sutini menangis. Pertanyaan, bagaimana caraku agar bisa dan berani berangkat sendiri menuju tempat kerja, memenuhi pikiran. Ia sudah membayangkan setiap hari harus pergi ke sekolah dengan jalur yang demikian sulit. Semenjak saat itu ia hanya diam. Sebisa mungkin mempersiapkan hati untuk menghadapi kenyataan yang akan datang. Di tengah ketakutannya, Sutini tiba-tiba mendengar kabar kematian temannya karena kecelakaan berangkat sekolah. Sutini semakin gusar lagi.

Sebelum diterima menjadi PNS, Sutini menjalani hari-harinya sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kunti, Sampung. Ia mengabdi sebagai tenaga pendidik sejak 2007. Mulanya, ia merasa beban mental ketika dipanggil bu guru. Sebab teman-teman seusianya hanya bekerja di toko. Dari orang biasa masuk lingkungan guru rasanya sangat beban. Namun, Sutini melawan rasa itu. Belasan tahun menjadi GTT tak membuat Sutini menyerah. “Saya menjadi guru GTT 13 tahun. Ya, tak nikmati. Saya merasa senang bisa mengabdi. Meskipun, pada masa itu GTT seperti tidak ada harapan. Mau maju itu ragu tapi mau mundur kok sudah berjalan sejauh ini.”

STKIP PGRI Ponorogo adalah salah satu batu loncatan bagi Sutini untuk menggapai cita-citanya. Selama kuliah di Kampus Pelopor Literasi itu, Sutini merasakan benar bagaimana kedekatan mahasiswa dengan dosen, berbeda dengan kampus-kampus lain. Sebagai seseorang yang sebelumnya pernah kuliah di kampus lain ia bisa merasakan perbedaan itu. Biasanya ketika sudah masuk ruang kelas mahasiswa dan dosen memiliki sekat yang tampak jelas, seperti kegiatan dinas dan tidak ada ikatan emosi. Kalau di STKIP itu dosen-dosennya sederhana tapi memiliki sesuatu yang luar biasa. “Penampilan sederhana, tapi di balik itu ada hal yang luar biasa. Tak ada jurang pemisah antara dosen dan mahasiswa,” kenang Sutini.  

Semasa kuliah di kampus literasi itu Sutini banyak memperoleh pesan-pesan kehidupan. Saat mengajar dosen-dosen tidak saja terpaku pada materi, sesekali menyelipkan cerita pengalaman. Salah satu pesan yang paling diingat Sutini adalah pesan Sutejo, ATM: Amati, Tirukan, dan Modifikasi. Tips ini adalah tips yang paling banyak ia aplikasikan ketika mengajar. Tidak saja dalam dunia pendidikan Sutini juga menerapkannya dalam menjalani hidup.

Rekam jejak Sutini untuk mencapai posisi saat ini tidaklah mudah, penuh onak duri bukan jalan mulus bertabur bunga. Dibutuhkan perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan. Hamparan kesabaran dan lautan keikhlasan adalah senjata ampuh untuk menjalani rencana Tuhan. “Rencana Tuhan itu lebih indah daripada harapan manusia. Manusia boleh punya cita-cita sebagai motivasi bergerak tapi jangan terpaku sepenuhnya pada cita-cita. Nanti malah menjadi beban. Nikmati perjalanan, terus berusaha, dan terima setiap hasil dengan ikhlas,” pesan perempuan yang bergerak dalam bisnis Millionairer Club Indonesia (MCI) itu kepada generasi muda.

***

Penulis: Sri Wahyuni

Berita terkait bisa kunjungi di stkippgriponorogo.ac.id