Are you a genius? Seseorang dikatakan jenius ketika skor IQ test-nya melewati angka 160. Bapak B.J. Habibie, misalnya, tokoh bangsa kita yang jenius dengan skor IQ 200. Jumlah orang jenius di seluruh dunia ini terbatas, bahkan minoritas. Mayoritas kita memiliki skor IQ test yang sedang-sedang saja.

How about the rest of us, the majority? Pupuskah harapan kita untuk menyandang label jenius? No! Jenius tak melulu berkaitan dengan IQ saja, Sobat. Kita pun disebut jenius secara emosi ketika kita memiliki kemampuan seperti dibawah ini.

1. Dapat Menemukan dan Mengetahui Kesalahan Diri Pribadi

What goes around, comes around. Segala perbuatan kita pada akhirnya akan kembali lagi pada diri kita sendiri. Namun seringkali, karena berbagai hal, kita abai dan kurang menyadari setiap perbuatan dan perilaku yang kita kerjakan sehari-hari. Hingga bukan tak mungkin kita bersikap kurang pantas pada orang lain walaupun tanpa sengaja.

Seseorang yang jenius secara emosi mampu menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya sendiri. Tak perlu menunggu ditegur atau diperingatkan orang lain, evaluasi diri yang baik dapat menumbuhkan pribadi yang peka pada sekitarnya.

2. Tidak Menyakiti Perasaan dan Hati Orang Lain dengan Sengaja

Kepekaan pada orang-orang sekitar dapat menuntun kita untuk berperilaku baik. Bukan hanya menjaga diri dari perbuatan fisik, tapi kita juga mampu menahan diri dari mengatakan sesuatu yang sekiranya dapat melukai hati orang lain.

Sejenius apapun kita secara emosi, memang tidak mungkin bila ucapan verbal maupun tulis kita tidak pernah menyinggung perasaan orang lain. Tapi setidaknya, dengan berhati-hati pada setiap tindakan dan ucapan, kita sudah berusaha sebaik-baiknya.

3. Sanggup Berkata "Tidak" Ketika Diperlukan

Sudah menjadi budaya kita untuk merasa tidak enak bila harus menolak orang lain. It's good. Kebiasaan baik dapat menempa kita untuk menjadi orang yang baik juga.

Tapi bila harus mengiyakan semua orang, pada akhirnya kita sendiri yang harus membayar harganya: mungkin tugas-tugas yang terbengkalai, mungkin istirahat yang kurang, dan lain sebagainya. Sanggupkan diri untuk menolak bila diperlukan, tapi ringankan lidah kita untuk mengiyakan pada saat dan hal yang tepat.

4. Tidak Bereaksi Histeris, Bahkan Provokatif

Saat kecil dulu kita pernah menjerit-jerit meminta mainan atau makanan. But it was long time ago when we were kids. Bagaimana sekarang, ketika kita memiliki nalar dan logika yang sudah dapat berfungsi dengan baik?

Tentu kita tak lagi memilih bereaksi secara negatif, apalagi histeris. Reaksi dramatis dan provokatif takkan membuat kesulitan apapun yang kita alami menemui jalan keluar. Justru sikap negatif dapat menjauhkan kita dari pengaruh-pengaruh baik yang sebenarnya dapat dipupuk dari orang-orang disekitar kita.

5. Mampu Menjaga Diri Agar Tidak Terluka Karena Orang Lain

Setiap hari kita bergaul dengan banyak orang yang berbeda. Sebagian dari tindakan atau ucapan mereka tentu ada yang membuat kita tersinggung, bahkan terluka hati. Tetapi bila kita dapat menjaga diri agar tak terlarut-larut merasakan sakit hati karena orang lain, disitulah kita layak disebut sebagai seorang yang jenius secara emosi.

Bagaimana caranya agar kita tidak mudah bereaksi secara negatif? It takes time. Kita akan menemukan cara sendiri yang sesuai. Dan bila perlu, Konseling Pintar dapat membantu kita menemukan jawabannya.

Menjadi jenius secara emosi bukan bakat kita sejak lahir. It's a skill we need to learn and develop. Tapi setidaknya, kalau tidak memiliki inteligen yang jenius, kita masih bisa menjadi orang yang jenius secara emosi.