APSiswaNavbarV2

redesain-navbar Portlet

kampus_pintar_v3

Informasi Seputar Berita Kampus

Informasi spesial untuk menambah wawasan Sobat Pintar tentang Universitas Gadjah Mada (UGM)

Berita Kampus

Sapta Arif, 11 May 2022

Lika-Liku Agus Arianto Merayap Di Pulau Borneo

Desa Batu Kajang Kecamatan Batu Sopang Kabupaten Paser Kalimantan Timur adalah tempat berlabuh Agus Arianto setelah melakukan perjalanan mencari jati diri. Lelaki lulusan STKIP PGRI Ponorogo tahun 2012 ini membuktikan mahasiswa sekolah tinggi keguruan tidak melulu menjadi guru. Ia bisa menjadi apa saja sesuai peminatannya. Saat dihubungi via WhatsAapp, Minggu kedua bulan April, lelaki 1987 itu mengungkap bekerja di PT Bank Rakyat Indonesia di Pulau Borneo membuka peluang besar baginya. Pelarian dari Pulau Jawa menjadikan dirinya manusia. Agus, yang dulunya warga Magetan, Jawa Timur setelah lulus kuliah mencari kerja di kota-kota besar. Mulai dari Surabaya, Yogyakarta, Jakarta, hingga kota-kota di luar pulau Jawa. Kemapanan akhirnya didapati di Provinsi Kalimantan Timur setelah pertemuan dengan seorang satpam di salah satu bank BRI. Sebelum mantap bank BRI tersebut liku-liku kehidupan ditelan habis-habisan. Mulai dari tidur di jalanan, tidak makan, kerja serabutan hingga per jam. “Saya istirahat di depan bank BRI Unit Waru. Saat itu masih bekerja di bengkel dan pencucian motor. Bertemu dengan seorang satpam, saya bertanya tentang lowongan pekerjaan. Satpam yang mengaku orang Solo itu menyarankan untuk memasukkan lamaran. Setelah itu, saya menyiapkan berkas-beras seadanya. Sampai akhirnya, Tuhan berkehendak baik kepada saya,” cerita Agus mengenang saat mencari pekerjaan di tanah rantauan. Lelaki kelahiran 18 Oktober ini pun bercerita saat merantau di pulau tetangga yang dipikirkan adalah bisa hidup, bisa makan. Agus ingat saat ia harus menahan lapar karena uang yang dimiliki cukup untuk membayar ongkos kendaraan. Saat itu, anak dari pasangan Bejo dan Sunarsih benar-benar berjuang. Terlebih, saat mendapat pekerjaan tetapi tidak sesuai dengan perjanjian di kontrak kerja. “Gaji tidak cukup dan jam kerja juga diperpanjang. Saya pun akhirnya keluar setelah satu bulan berkerja,” ceritanya saat dirinya bekerja di perusahaan tambang batu bara di kota Tanjung Redep Kabupaten Brawu. Pernah hampir menyerah dan ingin kembali ke Jawa, dirinya mengungkapkan merantau tidak seindah yang kita tahu. Ia harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Jauh dari keluarga, teman sudah pasti. Di saat puncak kemenyerahan, lelaki ramah ini memutuskan ikut saudara di Kabupaten Paser, hingga kini. Sampailah di sana, Agus mencari pekerjaan apa pun asalkan halal. Termasuk menjadi tukang bengkel, kemudian melamar pegawai di bank BRI. Satu minggu setelah memasukkan lamaran, lelaki berperawakan tinggi ini diminta melakukan tes psikotes bersama 300 pelamar lainnya. Setelah itu, ada panggilan lagi untuk tes wawancara dengan managemennya. Saat itu dirinya melamar sebagai customer. Tes wawancara diikuti sekitar 50 orang. Panggilan selajutnya, medical cek-up sekitar 15 orang. Tiga hari berselang diumumkan saya diterima sebagai petugas pelayanan Unit Waru. Lima bulan bekerja mendapat tawaran mengikuti job opening teller di BRI Soteks, dekat dengan sepaku yang bakalan menjadi ibu kota negara. Setahun bekerja dipindah ke BRI Unit Tanah Grogot sebagai customer service. “Di Soteks mendapat tawaran sebagai agen Bri-Link selama 3 bulan, dan setelah itu mengikuti seleksi Relationship Manager (RM) di Tanah Grogot. Dari beberapa rangkaian tes akhirnya lulus di RM hingga sekarang. Tugasnya, membangun dan memelihara hubungan dengan klien. Lalu mengadakan penyuluhan digital dan pemasaran produk-produk bank, dan pengusulan pengkreditan,” tutur suami dari Vivin Damayanti yang juga lulusan STKIP PGRI Ponorogo ini. Agus bersyukur, sekali pun tidak menjadi guru, ilmu-ilmu yang diperoleh di kampus STKIP PGRI Ponorogo bermanfaat saat dirinya bekerja. Seperti halnya cara beretorika dengan nasabah, etika menghadapi klien, berbicara di depan umum dan lain sebagainya. “Di STKIP tidak saja ilmu menjadi seorang guru, tetapi motivasi mengejar cita-cita lewat jalur lain. Banyak pengalaman dari STKIP yang saya aplikasikan dalam pekerjaan. Ilmu dari kampus saya terapkan saat bekerja,” Terinspirasi dosennya, Sutejo membuat Agus berani bermimpi. Ia ingat pesan dosennya supaya mengumpulkan kekuatan untuk mewujudkan setiap impian. Berkat pesan itulah, dirinya tak surut dalam berjuang. Terlebih setelah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Lelaki yang pernah membangun usaha konter, penjualan asesoris, dan jam tangan ini membuktikan sukses keluar dari zona nyaman yang kebanyakan lulusan keguruan adalah menjadi guru. Ayah dari anak Jamesha Philo Arianto berpesan kepada generasi muda, bilamana setiap perjuangan pasti ada hasil yang dapat dinikmati. Belajar dan semangat. STKIP PGRI Ponorogo, bagi saya kampus luar biasa, kampus profesional yang banyak mencetak mahasiswa-mahasiswinya menjadi alumni luar biasa. Keluar dari sana, banyak ilmu yang bisa diaplikasikan di dunia kerja. Pewarta: Suci Ayu Latifah

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Sapta Arif, 09 May 2022

Himpunan Mahasiswa PAUD Siap Kembali Berlaga

Ponorogo- Kamis, 28 April 2022 menjadi sebuah momen penting bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD). Pasalnya, impian beberapa mahasiswa yang ingin mengaktifkan kembali himpunan mahasiswa PAUD ini telah mendapatkan persetujuan dari pihak Ketua Prodi PAUD, Rohmad Arkam. Sore itu pukul 16.00 WIB di Gedung PAUD Ruang Kelas 212, seluruh mahasiswa angkatan 2019, 2020 dan 2021 kompak memasuki ruangan yang sudah dirancang untuk menyelenggarakan regenerasi kepengurusan Hima PAUD. Para mahasiswa terlihat antusias membawa komitmennya untuk kembali babat organisasi jurusan ini dengan sebaik mungkin, karena sebelumnya Hima PAUD telah vakum dari keorganisasian jurusan di kampus sejak tahun 2017. Dengan didampingi oleh Ketua Prodi, Rohmad Arkam dan Sekretaris Prodi, Rizki Mustikasari, tampak pemilihan dilakukan secara terbuka. Pada hari-hari sebelumnya telah ditentukan 4 kandidat calon ketua Hima yang akan memperkenalkan diri dengan background masing-masing agar para pemilih dapat memberikan hak suaranya sesuai dengan calon yang dianggap mampu untuk meneruskan kepemimpinan. Keempat calon kandidat tersebut antara lain, nomor urut 1 adalah Tri Rokayati (PAUD 2020), nomor urut 2 Lorient Meyse Hidayanah (PAUD 2020), nomor urut 3 Elysa Tri Nur Wijayanti (PAUD 2019), dan nomor urut 4 Fitri Rahayu (PAUD 2019). Pemungutan suara tidak hanya berasal dari mahasiswa angkatan 2019, 2020 dan 2021, namun beberapa dosen PAUD juga berpartisipasi untuk memberikan suaranya. Bahkan beliau para dosen juga memberikan sanjungan, semangat, dan doa supaya Hima PAUD tidak hanya sebagai formalitas saja, namun benar-benar menjadi sarana untuk menjadikan mahasiswa semakin berkembang. Dari keempat calon tersebut, yang ditetapkan oleh Ketua Prodi sebagai Ketua Hima PAUD tahun 2021/2022 adalah Tri Rokayati dari PAUD 2020 berdasarkan suara terbanyak. Didampingi oleh Lorient Meyse Hidayanah dari PAUD 2020 sebagai wakil ketua, diharapkan pasangan ketua dan wakil ketua ini memberikan komitmen dan kontribusi besar untuk Prodi PAUD STKIP PGRI Ponorogo. Dengan adanya pemilihan ini, diharapkan Hima PAUD akan siap untuk kembali berlaga dan menunjukkan eksistensinya dalam organisasi kampus. Selain itu, dengan adanya Hima PAUD ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang), namun juga menjadi masiswa kura-kura (kuliah-rapat-kuliah-rapat) demi tercapainya kemajuan prodi PAUD dan kampus STKIP PGRI Ponorogo. Pawarta: Lorient Meyse Hidayanah_Mahasiswi PG PAUD

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Sapta Arif, 20 April 2022

Alumnus STKIP PGRI Ponorogo, Nita Ayu Cahyaningrum Ajak Pelajar Suka Bahasa

Ketakutan tidak lagi dirasakan Nita Ayu Cahyaningrum. Menjadi tenaga pendidik anak-anak sekolah menengah atas bagian dari keseruan hidupnya. Mengajar dengan berbagai latar belakang siswa membuatnya lebih berproses lebih baik. Setiap kali bertemu pelajar baru, dirinya menyulap diri. Sosok yang akrab disapa Nita membentuk dirinya laiknya ibu, kakak, juga teman bagi pelajar di SMAN 1 Pulung Ponorogo. Bagi Nita, mengajar adalah panggilan jiwa-hati dan sebuah pengabdian dalam hidupnya. Suka-duka mengajar mengiringi perjalanan karirnya. Sosok ibu berparas cantik ini menikmati tantangan luar biasa dalam mengabdi di dunia pendidikan. Di mulai dari mengajar di salah satu Taman Kanak-Kanak daerah Sawoo, sekitar dua tahun tercatat pada 2013. Dirinya kemudian mencoba tantangan baru bersama pelajar yang mulai tumbuh dewasa di tahun 2017 sampai sekarang. Selain itu, pernah pula menggantikan salah seorang guru di SMA Muhammadiyah Ponorogo. “Pernah merasa terpuruk tidak bisa mengajar dengan baik. Saya tidak memiliki saudara yang bekerja di dunia pendidikan untuk mengarahkan. Syukur, Allah menunjukkan jalan bagi saya,” cerita alumnus STKIP PGRI Ponorogo tahun 2017. Di kenal lewat pribadi cerdas, sosok ibu dari Maheswari Venus Nazeefah, tidak saja mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Putri dari pasangan Sugianto-Tugiyah membina Karya Tulis Remaja dan Jurnalistik di sekolah yang sama. Berkat pengalaman bergabung dengan organisasi kampus Himpunan Mahasiswa Penulis, kini ia mampu menularkan keterampilan menulis kepada pelajar. Beberapa siswa telah meraih prestasi berkat pendampingannya menulis, seperti lomba menulis artikel. Peraih juara I lomba menulis esai di Balai Bahasa Jawa Timur semasa kuliah juga mendapat kesempatan menghadiri Seminar Pemuda Penggerak Cinta Bahasa Indonesia di Surabaya. Sehingga, kecintaannya terhadap bahasa tidak perlu ditanyakan ulang. “Lebih dekat pasti. Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia membuat saja jatuh cinta pada bahasa dan karya-karya sastra.” Mengulik cerita ibu kelahiran 1994, pembelajaran bahasa Indonesia termasuk materi yang membosankan bagi pelajar. Nita mengatasi problem ini melalui beragam strategi pembelajaran supaya pelajar menyukai materi yang dibawakan. Ice breaking dihadirkan di awal saat pembelajaran. “Untuk strategi pembelajaran, saya selingi dengan kegiatan-kegiatan yang bisa melepas kebosanan. Seperti permainan saya hubungkan dengan materi. Setelah pemberian materi, saya lakukan sesi tanya-jawab secara lisan.” Lebih lanjut, warga Dukuh Kleco Desa Sawoo Kecamatan Sawoo Ponorogo, menjelaskan pentingnya komunikasi antarpelajar. Menyoal komunikasi-interaksi, perempuan berjilbab ini banyak belajar dari dosen-dosen di kampus sarjananya. Diceritakan, dosen-dosen di kampusnya memberikan strategi mengajar baik, merangkul, dan memotivasi mahasiswa suaya dapat berkomunikasi di depan umum. Tidak saja itu, Sutejo, dosen idolanya banyak memberikan wejangan bagaimana memaknai hidup. “Beliau mampu membangkitkan motivasi saya, sehingga bisa seperti ini. Saya ingat waktu diberi dukungan menulis esai untuk dilombakan. Mulanya tidak percaya diri tetapi beliau tidak berhenti memberikan semangat kepada saya dan beberapa mahasiswa kala itu,” ceritanya mengingat momen-momen berkesan semasa kuliah. Sebagai alumnus predikat cumloude, Nita mengungkapkan STKIP jembatan meraih impiannya. Karena itu, dirinya berpesan kepada generasi muda bahwa proses yang baik, kuat, dan memiliki sinergi dahsyat dapat mewujudkan impian menjadi kenyataan. Restu orang tua dan patuh terhadap guru membukakan kemudahan dalam segala hal. “Saya percaya dukungan dari orang-orang terdekat adalah doa untuk masa depan saya.” Pewarta: Suci Ayu Latifah_Humas

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Sapta Arif, 07 April 2022

Sutini: 13 Tahun Guru Tidak Tetap, Diterima Menjelang Batas Maksimal Usia Pendaftaran

Sutini mungkin tidak pernah mengira jika ia akan mendedikasikan diri sebagai abdi negara di Kota Kelahiran Susilo Bambang Yudhoyono. Perempuan alumni STKIP PGRI Ponorogo tahun 2009 itu diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) empat bulan menjelang usia 35 tahun. Diterima menjadi PNS bagi Sutini terasa seperti mimpi. “Ini adalah kesempatan terakhir untuk daftar CPNS. Tentu, ini semua tidak lepas dari campur tangan Tuhan dan berkah guru-guru saya,” ungkap Sutini dengan ekspresi yang menggambarkan rasa syukurnya.   Tahun 2018 silam, Sutini mengikuti seleksi CPNS Pemprov Surabaya tetapi belum berhasil. Kala itu ia hanya sampai pada tahapan tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Pengalaman mengikuti seleksi itu menjadi pelajaran berharga baginya. Pasalnya, ia menjadi lebih paham cara belajar dan apa saja yang harus dipersiapkan dalam menjalani serangkaian tes CPNS. Setahun kemudian, pendaftaran CPNS kembali dibuka secara online. Kabar itu membuat Sutini gembira. Itu berarti dia masih memiliki kesempatan menjadi PNS yang selama ini memang menjadi cita-citanya. Sejak mengetahui mendengar kabar itu, Sutini mulai melihat pengumuman dengan saksama, mengamati setiap formasi yang berpeluang ia ikuti. Berdasarkan formasi-formasi  yang ada, ia menemukan sejumlah formasi yang kemungkinan bisa dimasukinya. Sutini lalu meminta saran dari teman yang telah menjadi PNS terlebih dahulu di wilayah formasi pilihannya tersebut. Akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan dan anjuran teman, Sutini memilih formasi guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Bandar Kabupaten Pacitan. Kala itu, Sutini belum mengetahui lokasi, kondisi lingkungan, dan hal apapun tentang sekolah itu. Mengetahui di sana ada formasi guru Bahasa Indonesia sudah membuatnya bahagia. Setelah mendaftar CPNS secara daring, Sutini melaksanakan kegiatan seperti biasanya. Selang beberapa hari, ia mendapat kabar dari teman satu sekolahnya, sekolah yang ia pilih itu medannya sangat sulit. Jalannya melewati hutan dan lokasinya berada di puncak gunung. Mendengar kabar tersebut, Sutini yang tadinya merasa bahagia karena telah mendapatkan formasi yang diinginkannya kini menjadi bimbang. Ia mulai ragu atas pilihannya tetapi apa boleh buat keputusan sudah diambil. “Seandainya belum tak akhiri, saya akan mengubah pilihan. Tapi, sudah terlanjur masuk sistem SSCN,” tutur perempuan kelahiran 13 Januari 1985 itu. Tahapan demi tahapan proses rekruitmen CPNS diikuti Sutini. Mulai dari seleksi administrasi, Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Sutini melakukan semua proses tersebut dengan santai tetapi penuh kesungguhan. Mulai dari scan berkas-berkasa hingga pengunggahan ia lakukan sendiri secara teliti dan hati-hati. Tahap ini membutuh kejelian dalam menyelesaikannya. Sikap teliti dan hati-hati itu membuat Sutini lolos seleksi administrasi. Langkah selanjutnya, Sutini mempersiapkan diri mempelajari materi untuk menghadapi tes SKD dan tes SKB. Cara belajarnya pun unik, ia mulai belajar sekitar pukul 9 malam, sambil menanti anaknya yang baru berumur 1 tahun tertidur lelap. Sutini  mencari referensi soal tes CPNS dari beberapa sumber. Mulai dari Youtube, Facebook, WhatApps group, dan Telegram. Aktivitas itu menjadi menu kesehariannya dalam bulan-bulan menjelang tes. Selain belajar secara maksimal, Sutini juga menerapkan tips, triks, dan dan kiat khusus lolos CPNS yang ia dapatkan dari YouTube, seperti berbakti dan minta doa restu orang tua, berbuat baik kepada suami, memperbanyak sedekah, melaksanakan sholat hajat, dan senantiasa berdoa. Dalam tes SKD, Sutini menduduki peringkat tiga. Itu sudah cukup membuatnya bahagia dan bersemangat untuk belajar lebih giat guna menghadapi tes selanjutnya. Walaupun dalam hati kecil, Sutini ragu akan kemampuannya. Ditambah lagi, melihat skor nilai pesaing di atasnya lumayan jauh. Setelah dinyatakan lolos tahap SKD, Sutini belajar lebih giat lagi. Ibarat seorang yang akan bertempur, ia mati-matian mempersiapkan segalanya. Sedekahnya ditambah; sholat hajatnya diseringkan; Sutini berusaha semaksimal mungkin melayani dan berbuat baik kepada orang tua, suami, dan kedua anaknya. Dalam pikirannya, ia harus mendapatkan nilai maksimal dalam tes SKB untuk dipersembahkan pada keluarga. Ia tidak lagi memikirkan lolos atau tidaknya menjadi PNS. “Saya kalau menargetkan lolos CPNS itu berat, paling tidak sebagai kenang-kenangan saja. Nanti bisa untuk cerita ke anak cucu bahwa pernah mengikuti tes SKB,” cerita Sutini penuh haru. Tahun 2020, tepatnya pada hari Jumat tanggal 25 September, Sutini mengikuti SKB di Pacitan. Semua proses dalam mengikuti SKB serasa dimudahkan, termasuk mendapatkan tempat menginap yang nyaman dan gratis. Mungkin semua sudah menjadi kuasa Allah. Kun fayakun, apa yang dikehendaki-Nya maka terjadilah. Siapa sangka, saat SKD ia menduduki peringkat tiga, namun hasil akhir SKB menempatkan namanya bertengger di posisi paling atas. Sikap, tindakan, dan perjuangan Sutini mengantarkannya sebagai pemenang. “Semua berkat restu keluarga, khususnya orang tua dan ridho Allah SWT.” Oktober 2020, Sutini resmi dinyatakan lulus seleksi CPNS tahun 2019 formasi SMPN 4 Bandar, Pacitan sebagai guru Bahasa Indonesia. Ia begitu bahagia melihat pengumuman itu. Namun, seketika ia teringat kata-kata temannya, yang mengatakan sekolah itu adalah sekolah yang ada di hutan dan medannya sangat sulit untuk dilalui. Seketika kebahagiaan itu berubah menjadi perasaan was-was dan bimbang. Suami adalah sosok yang memotivasi, menghibur, dan sekaligus menguatkan bahwa dirinya bisa melaluinya. Jika pun tidak, pasti ada jalan keluar, yang terpenting lolos CPNS itu sesuatu yang harus disyukuri. Hal itu yang membuat dirinya sedikit tenang. Suatu hari setelah pengumuman resmi tersebut, Sutini bersama suami dan anaknya memutuskan untuk cek lokasi sekaligus ingin membuktikan perkataan orang-orang selama ini. Apakah benar SMPN 4 Bandar berada di puncak gunung dan medannya sangat sulit untuk dilalui. Ternyata benar adanya, pertama kali berkunjung ke sana melihat jalan dan medan, perasaan ngeri, takut, bercampur menjadi satu. Sutini seumur-umur memang tidak pernah pergi ke hutan. Ini pengalaman pertamanya naik motor melalui hutan. Inilah nanti jalan menuju ke tempat kerjanya setiap hari. Sutini diam. Akan tetapi, setelah sampai di lokasi, hatinya berdecak kagum. Sekolahnya bagus, bersih, dan tertata rapi. Ditambah lagi cat temboknya berwarna hijau, menambah asri. Pemandangan alam sekelilingnya sungguh luar biasa. “Kalau boleh saya bilang, sekolah itu seperti villa di puncak saja. Senang rasanya karena saya tidak salah menetapkan pilihan,” cerita perempuan hebat itu. Sepulang dari SMPN 4 Bandar, Sutini berbunga-bunga membayangkan bekerja di tempat yang bagus dan indah. Namun, di sisi lain ia juga bersedih. Diam-diam Sutini menangis. Pertanyaan, bagaimana caraku agar bisa dan berani berangkat sendiri menuju tempat kerja, memenuhi pikiran. Ia sudah membayangkan setiap hari harus pergi ke sekolah dengan jalur yang demikian sulit. Semenjak saat itu ia hanya diam. Sebisa mungkin mempersiapkan hati untuk menghadapi kenyataan yang akan datang. Di tengah ketakutannya, Sutini tiba-tiba mendengar kabar kematian temannya karena kecelakaan berangkat sekolah. Sutini semakin gusar lagi. Sebelum diterima menjadi PNS, Sutini menjalani hari-harinya sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Kunti, Sampung. Ia mengabdi sebagai tenaga pendidik sejak 2007. Mulanya, ia merasa beban mental ketika dipanggil bu guru. Sebab teman-teman seusianya hanya bekerja di toko. Dari orang biasa masuk lingkungan guru rasanya sangat beban. Namun, Sutini melawan rasa itu. Belasan tahun menjadi GTT tak membuat Sutini menyerah. “Saya menjadi guru GTT 13 tahun. Ya, tak nikmati. Saya merasa senang bisa mengabdi. Meskipun, pada masa itu GTT seperti tidak ada harapan. Mau maju itu ragu tapi mau mundur kok sudah berjalan sejauh ini.” STKIP PGRI Ponorogo adalah salah satu batu loncatan bagi Sutini untuk menggapai cita-citanya. Selama kuliah di Kampus Pelopor Literasi itu, Sutini merasakan benar bagaimana kedekatan mahasiswa dengan dosen, berbeda dengan kampus-kampus lain. Sebagai seseorang yang sebelumnya pernah kuliah di kampus lain ia bisa merasakan perbedaan itu. Biasanya ketika sudah masuk ruang kelas mahasiswa dan dosen memiliki sekat yang tampak jelas, seperti kegiatan dinas dan tidak ada ikatan emosi. Kalau di STKIP itu dosen-dosennya sederhana tapi memiliki sesuatu yang luar biasa. “Penampilan sederhana, tapi di balik itu ada hal yang luar biasa. Tak ada jurang pemisah antara dosen dan mahasiswa,” kenang Sutini.   Semasa kuliah di kampus literasi itu Sutini banyak memperoleh pesan-pesan kehidupan. Saat mengajar dosen-dosen tidak saja terpaku pada materi, sesekali menyelipkan cerita pengalaman. Salah satu pesan yang paling diingat Sutini adalah pesan Sutejo, ATM: Amati, Tirukan, dan Modifikasi. Tips ini adalah tips yang paling banyak ia aplikasikan ketika mengajar. Tidak saja dalam dunia pendidikan Sutini juga menerapkannya dalam menjalani hidup. Rekam jejak Sutini untuk mencapai posisi saat ini tidaklah mudah, penuh onak duri bukan jalan mulus bertabur bunga. Dibutuhkan perjuangan, kerja keras, dan pengorbanan. Hamparan kesabaran dan lautan keikhlasan adalah senjata ampuh untuk menjalani rencana Tuhan. “Rencana Tuhan itu lebih indah daripada harapan manusia. Manusia boleh punya cita-cita sebagai motivasi bergerak tapi jangan terpaku sepenuhnya pada cita-cita. Nanti malah menjadi beban. Nikmati perjalanan, terus berusaha, dan terima setiap hasil dengan ikhlas,” pesan perempuan yang bergerak dalam bisnis Millionairer Club Indonesia (MCI) itu kepada generasi muda. *** Penulis: Sri Wahyuni Berita terkait bisa kunjungi di stkippgriponorogo.ac.id

Baca Selengkapnya

Berita Kampus

Jemput Hari Jadi Dan Bulan Bahasa, STKIP PGRI Ponorogo Lakukan Rapat Kerja

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo melangkah lebih cepat dalam rapat kerja Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) untuk satu tahun ke depan. Kemarin, (20/3), para dosen dan karyawan kampus pelopor literasi ini melakukan diskusi rancangan program kerja (proker), yang kemudian lanjut pada Senin (28/3). Ketua STKIP PGRI Ponorogo, Sutejo, mengungkapkan penyusunan proker menjadi acuan setiap unit kerja dalam memetakan program kegiatan. Pemetaan ini mengacu pada prinsip dasar kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan maupun akan dilakukan hingga belum. Dalam sambutannya, lelaki juru tulis ini mengingatkan, penyusunan proker bertujuan mengembangkan kredibilitas perguruan tinggi. Semua kegiatan yang akan diselenggarakan tidak melepaskan identitas ‘literasi’ sebagai branding kampus. Melalui sambutan itulah menjadi titik perhatian penyusunan proker. Para dosen dan karyawan, didampingi Ahmad Nur Ismail, selaku dosen muda STKIP PGRI Ponorogo semangat menyusun rancangan proker sesuai template yang disusun ketua dan wakilnya. Berlokasi di gedung Graha Saraswati, Ismail, dosen berdomisili Jombang melakukan pendampingan secara khusus. Pihaknya menyampaikan, setiap UPT diwajibkan menyusun kegiatan yang mengorientasikan pada pengembangan SDM dosen dan karyawan. UPT itu sendiri bergerak sebagai fasilitator tiap-tiap program studi (prodi). “Masing-masing tim membuat perencanaan kegiatan sesuai dengan prodi yang diampu. Dari ragam kegiatan dikategorikan akademik dan non-akademik. Kami juga mengorientasikan setiap kegiatan ada luarannya, seperti berita, penulisan artikel maupun lainnya,” terang Ismail. Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan setiap penyusunan kegiatan setidaknya dilengkapi target kegiatan, indikator capaian, waktu pelaksanaan, pihak yang terlibat, penanggung jawab, sumber anggaran, jumlah anggaran. Tujuannya, supaya persiapan sekaligus penjemputan kegiatan dapat terlaksana dengan maksimal dan matang. Harapnya, semua program kerja yang telah dirancang setiap prodi dapat dilaksanakan tepat waktu. Cutiana Indri Asturi, selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia bersama timnya telah menyusun ragam proker. Seminar Kebahasaan adalah kegiatan akan diselenggarakan pada bulan Oktober mendatang. Beriringan seminar tersebut, juga dilaksanakan dilakukan beberapa kegiatan, seperti perlombaan yang mencangkup internal maupun eksternal. “Kami akan bekerja sama dengan mahasiswa, juga sekolah-sekolah luar untuk meramaikan bulan Bahasa. Salah satunya, lomba kategori siswa SMA, misalnya cipta puisi dan menulis cerpen,” terang dosen berkacamata itu. Selain itu, datang program kerja dari prodi Pendidikan Bahasa Jawa (PBJ). Fitriana Kartika, Kaprodi PBJ, juga mengungkapkan setiap prodi akan mengolaborasikan meramaikan seminar tersebut. Kolaborasi ini dimunculkan adanya perlombaan-perlombaan dari masing-masing prodi. Namun, dari setiap prodi memiliki keunggulan atau keunikan masing-masing. Salah satunya, pada prodi PBJ akan mengadakan perlombaan bertema budaya. Ratri Harida, dalam kesempatan yang sama turut berkomentar. Pihaknya sebagai Kaprodi Pendidikan Bahasa Inggris tentu tidak mau kalah dengan prodi-prodi lainnya. Ratri membocorkan beberapa perlombaan yang akan diselengarakan, seperti poem reciting, short story writing, dan speech. Sementara itu, dari prodi Pendidikan Anak Usia Dini, seperti perlombaan pentas mendongeng, pentas tari, dan lain-lainnya. “Kami mengadakan pula seminar nasional lintas prodi di bulan Mei. Yakni, bertepatan hari jadi STKIP dengan mengusung tema Integrasi Budaya, Bahasa, dan Pembelajaran Menuju Indonesia Emas 2045,” ungkap Rohmad Arkam, selaku Kaprodi PAUD. Perancangan dan penyusunan program kerja setahun ke depan berjalan lancar. Setiap prodi membangun komunikasi dalam bentuk kerja sama lintas prodi. Selanjutnya, setiap prodi pula akan mematangkan ragam kegiatan sebagai ciri khas masing-masing. Akhirnya, mengutip sambutan Sutejo, puncak dari pencapaian kegiatan diharapkan selaras dengan visi-misi kampus STKIP PGRI Ponorogo. Pewarta: Suci Ayu Latifah_Humas

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Mengulik Kiat Sukses Bersama Tokoh Inspiratif Dari Jambi

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Ponorogo kembali menyelenggarakan kuliah umum bertajuk ‘Kiat Sukses Belajar di Perguruan Tinggi bersama Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc. Ph.D. Beliau adalah rektor Universitas Jambi yang sudah malang-melintang di lima benua, khususnya dalam dunia pendidikan. Kegiatan yang diikuti oleh seluruh mahasiswa dan segenap civitas academica itu diselenggarakan Rabu (29/3) di Graha Saraswati STKIP PGRI Ponorogo. Dengan diselenggarakannya kuliah umum tersebut diharapkan mampu memantik semangat para peserta yang hadir, khususnya mahasiswa. “Tidak ada sesuatu yang tidak masuk akal ketika Tuhan menghendaki. Akal manusia saja yang belum masuk. Hari ini kita kedatangan seorang inspirator dari Jambi. Seorang guru besar yang rekam jejaknya tak diragukan lagi. Dengarkan kisahnya, nikmati, dan silakan dimanfaatkan,” pesan Sutejo, Ketua STKIP PGRI Ponorogo saat membuka acara. Dalam acara yang dimulai pukul 15.00 WIB itu, Sutrisno membagikan pengalamannya bertemu dengan orang-orang hebat. Mulai dari wakil presiden, menteri, gubernur, dirjen pendidikan, hingga wakil kedutaan dari berbagai negara. Pengalaman luar biasa tersebut buah dari kerja keras dan perjuangan dalam menempuh pendidikan. Pria kelahiran Magetan ini merupakan alumni  S-2 di Inggris dan S-3 di Australia. “Saya pernah berada dalam pilihan hidup dan mati ketika menempuh studi S-2 dan S-3. Dua bulan setelah lulus S-2 saya langsung melanjutkan S-3, sementara beban hidup semakin bertambah. Menghidupi anak istri adalah kewajiban dan menyelesaikan pendidikan merupakan keharusan,” cerita lelaki yang menggenggam gelar profesor sebagai guru besar tahun 2003, sepulang dari Australia. Lewat pengalaman Sutrisno, pihaknya berharap mahasiswa terpantik semangat untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya. Halangan dan rintangan adalah dua hal yang menjadi pengiring. “Keterbatasan bukan suatu halangan. Take it or leave it, ambil  atau tinggalkan jika ada kesempatan atau peluang. Itu adalah pilihan.” Laki-laki yang memiliki kebiasaan membaca 5-6 koran dan 2-3 majalah itu menasihati mahasiswa agar melakukan satu perubahan untuk membuat satu pembaharuan. Apalagi saat ini semua orang berada di zaman ketidakpastian, maka mengframe langkah untuk menghadapi ketidakpastian itu perlu. “Kalau Anda ingin berubah ya Anda harus lakukan pembaharuan. Tidak bisa disikapi dengan malas-malasan atau pun lewat jalan pintas.”  Pada kesempatan yang sama, Edy Suprayitno, salah satu dosen STKIP mengajukan pertanyaan bagaimana tips sukses untuk mahasiswa yang rata-rata berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah. Sutrisno pun menjawab lewat cerita pengalaman hidupnya, mengajak peserta berenung. Pertama, dunia sudah terbuka, maka dari itu segala kemungkinan juga sudah terbuka. Mahasiswa harus siap dengan kondisi itu. Kedua, setiap manusia akan berpikir sesuai zamannya. Jadilah adaptif! Ketiga, jangan anda sesali atas kemiskinan anda. Keempat, jika Anda percaya pada Tuhan. Setiap orang pasti akan mendapat invisible hand. Kelima, kemandirian. “Kemandirian itu ada unsur-unsurnya, otodidak, kemauan membaca bagus, kemauan ingin tahu bagus, dan motivasi belajar bagus,” pungkasnya. Sementara itu, Adi Santoso, salah satu mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Agkatan 2019 mengulik informasi tentang tokoh inspiratif yang menginspirasi Sutrisno hingga bisa menjadi orang sukses. “Tokoh inspirator saya, bapak orang tua angkat, Mohamad Toha. Seorang dosen, pejabat, dokter hewan, serta alumni salah satu universitas di Amerika. Bekerja keras, jujur, pantang menyerah, ulet, tangguh, dan tekun, yang paling saya ingat dan tidak bisa ditawar lagi. Nilai-nilai itulah yang saya terapkan hingga sekarang,” papar lelaki yang menulis 13 artikel ilmiah di usia 33 tahun itu. Kuliah umum di kampus literasi itu berakhir pukul 16.30 WIB. Sebelum acara ditutup, Sutejo selaku sahabat karib Sutrisno menyampaikan pelajaran yang dapat diambil dari pemaparan kisah inspiratif beliau. “Pertama, jadilah pembelajar dan jangan berhenti berproses. Ketika Anda berproses dengan sangat keras, baik lahir maupun batin maka tangan Tuhan itu akan hadir. Anda harus punya keyakinan bahwa tangan Tuhan itu tidak terhitung jika keyakinan itu menguatkan dalam perbuatan Anda. Yang kedua, jangan risaukan akan menjadi siapakan Anda, selama bisa menghindari jalan pintas pasti masa depan tuntas,” pungkas penulis kondang dari Ponorogo itu.  [] Pewarta: Sri Wahyuni

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Cerita Bima Devisa Artalisananda Unduh Kemenangan di Tahun 2020

Bima Devisa Artalisananda, atau biasa disapa Bima memiliki kepribadian serupa tetapi tidak sama dengan salah satu tokoh pewayangan bernama Bhimasena. Lelaki kelahiran 26 Mei ini berjiwa tegas, berani, dan gagah. Kepribadian itulah yang kini mengantarkannya sampai ke puncak. Perjuangan menempuh sarjana pendidikan diraih dengan seabrek cerita. Begitu pula pencapaian menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) bukan lagi sekadar mimpi. Sempat mengalami kegagalan, kini keduanya berada dalam genggaman.    Ungkapan bahasa Jawa, sopo sing nandur bakalan panen pantas dilabelkan pada perjuangan Bima. Alumnus STKIP PGRI Ponorogo tahun 2020 itu penuh haru saat menceritakan masa-masanya meraih gelar sarjana, sekaligus lulus CPNS 2019. Dirinya mengungkapkan, hidup butuh diperjuangkan. Batu-batu kecil si Pengusik diri pasti ada. Pemenangnya adalah mereka yang mampu menyingkirkan bebatuan tersebut. “Saya diberi kekuatan lebih dari sang Pencipta. Kata beberapa orang, saya termasuk orang tidak bisa diam. Banyak hal saya lakukan, seperti perlombaan di bidang olahraga. Mulai dari badminton, lari, tenis meja, bulu tangkis, dan futsal. Kemudian, program pemerintah CPNS, juga saya ikuti,” cerita Bima saat diwawancarai secara daring, Senin (28/3). Lelaki yang telah 17 kali mengikuti lomba lari tahun 2018-2020 mengungkapkan, pegawai negeri adalah bagian dari capaian hidupnya. Pasalnya, dirinya hidup di lingkungan demikian itu. Termotivasi adik kandungnya, Batara Sena Artalisananda, dia mencoba memasuki formasi Penjaga Tahanan. Diceritakan, adiknya juga menempati formasi sama, hanya saja lebih dulu. Baiknya, waktu memberi cahaya menuju ke sana. Di tahun 2020, lelaki berperawakan kurus ini resmi tergabung di UPT Rutan Kelas IIb Ponorogo bagian panjaga tahanan atau sipir. Sempat dua kali gagal CPNS, ketiga kalinya bangkit, dan akhirnya lulus. Peraih juara I Kompetensi Tenis Meja Nomor Tunggal 2018 membongkar tips dan triknya lulus CPNS. Pertama, niat dan doa yang kuat sebagai ujung tombak keberuntungan. Kedua, senantiasa mencari informasi-informasi berkaitan tentang CPNS di semua media. Ketiga, mengikuti sosial media instansi yang akan dituju. Keempat, mencari komunitas atau grub media sosial yang mengikuti seleksi satu formasi supaya tidak ketinggalan informasi. Kelima, temukan gaya belajar dan manajemen waktu. Keenam, olahraga dan istirahat cukup untuk melatih konsentrasi. Ketujuh, temukan media belajar sesuai karakter atau gaya belajar. Kedelapan, pelajari kisi-kisi soal yang diujikan. Kesembilan, cari lingkungan belajar yang tepat. Terakhir, membuat jadwal rutinitas belajar. “Sering mengerjakan soal-soal kategori sulit supaya menemukan cara cepat untuk menyelesaikannya,” jelas lelaki berdomisili jalan Anilo 14 Kelurahan Pakunden Kecamatan Ponorogo. Lebih lanjut, Bima menuturkan persiapan tes CPNS hanya 6 bulan. Pada saat itu lelaki yang dekat dengan dosen Almh. Hestri Hurustyanti sedang menjalankan PPL di salah satu SMP di Ponorogo. Kemudian, pada bulan kelima menjalankan program lembaga, yaitu Kuliah Kerja Nyata Terpadu (KKNT). Pilihan sudah menjadi risiko. Bima memperketat diri. Terlebih saat itu diberi tanggung jawab sebagai ketua di poskonya. “Waktu sangat berharga. Saya mesti cakap membagi waktu antara saya harus belajar, kampus, olahraga, kemasyarakatan, dan kesempatan lain. Wara-wiri pasti, tenaga habis pikiran pun terkuras. Saya olahraga untuk melepas kepenatan,” terang lelaki kelahiran 1996. Secara tegas, lelaki lulusan sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menghitung estimasi waktu belajar. Setiap harinya, dia menghabiskan waktu sekitar 3 jam belajar teori dan 2 jam untuk praktik. Lelaki berambut lurus itu pun cerita kegentingan semasa persiapan tes. “Baru seminggu melaksanakan program KKN di Kecamatan Sooko, saya mengikuti tes di Surabaya, sekitar bulan Februari. Semua mendukung, teman-teman bisa memahami kondisi ini. Ya, memang pasti ada risiko yang akan saya hadapi. Saya sudah memprediksi dan mempersiapkan bekal untuk itu.” Kenang Bima saat dirinya berjuang lulus CPNS di tengah menjalankan program kuliah. Akhirnya, buah perjuangan Bima tidak sia-sia. Urusan kuliah dan CPNS dapat dituntaskan. Pihaknya menelan senyum atas pencapaiannya. Buah yang ditanam telah dipetik untuk dimakan dan dinikmati bersama keluarga, serta orang lain. Oktober 2020, dirinya resmi menjadi sarjana sekaligus merayakan pesta wisuda bersama teman-teman seangkatan. “Rasanya mimpi bisa melewati momen-momen genting, mendebarkan, sekaligus menggembirakan seperti waktu itu,” ungkap anak sulung dari Alm. Sugiyarto dan Lilis Hendro Sajekti. Terlepas dari pekerjaannya di penjaga tahanan, ilmu-ilmu yang didapat saat kuliah tetap bermanfaat baginya. Dirinya berpikir, guru bukan berarti mengajar di kelas. Akan tetapi, bersama masyarakat melakukan pembinaan termasuk bagian dari cara penyampaian ilmu. “Tugas dan fungsi saya di dalam aparatur pemasyarakatan adalah membina dan membimbing, serta mengarahkan warga binaan agar nantinya dapat diterima masyarakat dengan keadaan yang lebih baik.” Lelaki peraih juara III Trail Run 7 KM (2019) ini mengungkapkan, mendapat ilmu beragam dari STKIP PGRI Ponorogo. Dosen-dosen tidak saja mengajarkan ilmu-ilmu ihwal keguruan tetapi juga ilmu hidup. Para dosen sering bercerita rahasia orang-orang sukses sebagai pemantik semangat mahasiswa. “Beberapa dosen, selain mengajar juga ada yang bisnis. Beliau sering bercerita kehidupannya sehari-hari. Tidak ada yang terbuang ilmu-ilmu saat kuliah. Saya modeli untuk kehidupan saya, seperti keberanian berkeputusan, meningkatkan pasion hidup, berjuang keras demi masa depan, dan menemukan jati diri,” tutur Bima, peraih juara I & II kompetisi tenis meja nomor ganda tahun 2017 dan 2018. Di akhir, Bima berpesan supaya memaksimalkan waktu yang diberikan Tuhan. Waktu sebenarnya sangat cepat, manusia tidak bisa mengompromikan waktu mengikuti permainan kita. Begitu pula kerja keras, semakin banyak sandungan semakin matang mental kepribadian seseorang. “Sepertinya karakter Bima pada tokoh pewayangan menular ke saya. Pemberian nama orang tua, bagian dari harapan beliau,” ungkapnya senang setelah mengingat deretan perjuangan. Pewarta: Suci Ayu Latifah

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Mantap di Dunia Pendidikan Andri Istiyawan Ungkap Pengalaman Menjadi Guru

Perjalanan Andri Istiyawan sebagai abdi negara ‘guru’ patut diacungi jempol. Pasalnya, sejak duduk di bangku kuliah, lelaki berperawakan tinggi-besar ini telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan perasaan di dunia pendidikan. Perjuangannya bersama calon penerus bangsa mengingatkan saya pada buku Menjadi Guru Inspiratif: Menyemai Bibit Bangsa (Bentang Pustaka, 2012) karya Ahmad Fuadi. Buku tersebut berisi kumpulan kisah guru-guru inspiratif, ‘petani peradaban’ versi Fuadi. Belasan tahun menjadi pahlawan tanpa tanda jasa membuat Andri mudah mengakrapi para pelajar di tempat mengajarnya yang baru. Setelah dinyatakan lulus CPNS Pemprov Jawa Timur formasi tahun 2019 dirinya kini mengajar di SMA Negeri 1 Plosoklaten Kebupaten Kediri. Sesuai formasi yang dipilih dirinya mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia. Tercatat sebagai lulusan STKIP PGRI Ponorogo tahun 2012, perjalanan menitih karir sebagai guru sebelumnya pernah mengajar di SMK Ki Hajar Dewantara Slahung Ponorogo. pengalamannya di sekolah kejuruan itu sejak 2011 hingga 2019. “Rejeki dari Allah. Semakin panjang perjalanan di dunia pendidikan, semakin matang pula menghadapi ribuan tantangan di dalamnya,” ungkap Andri, alumnus jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu, (25/3). Pihaknya bersyukur berkat kuliah di kampus keguruan, ilmu-ilmu mengajar sangat membantunya. Mulai dari menghadapi siswa di kelas, mengajar dengan menyenangkan, membantu belajar siswa, hingga mendampingi dan menangani siswa bermasalah. Pertemuan dengan para dosen berkompeten dan berdedikasi tinggi menyempurnakan misinya menjadi guru profesional. Pembelajaran yang berkesan dan mendalam membuat materi mudah dipahami dan diterima secara utuh. Karenanya, hal-hal tentang keguruan dipraktikkan Andri, mantan ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Mahasiswa Penulis (UKM HMP) saat di sekolah. Selain itu, pengalaman aktif dalam organisasi membuat Andri dipandang sosok guru berbeda. Tidak saja mengajar, lelaki yang kini berdomisisi di Dusun Bulurejo Desa Kawedusan Kecamatan Plosoklaten Kediri, juga mengajarkan dunia tulis-menulis. Banyak siswa yang dibimbing memenangi perlombaan menulis. “Di tempat baru, saya diminta kepala sekolah mengisi kelas jurnalistik,” tutur lelaki beranak satu itu. Ia pula, telah menciptakan karya inoatif e-library SMAN 1 Plosoklaten sebagai produk LATSAR CPNS. Di laman google ­e-library tersebut pihaknya menampilkan buku-buku fiksi dan non-fiksi yang dapat diakses semua orang. Mulai dari buku-buku seri Tere Liye, resep menulis, bahan ajar, dan banyak di antaranya. Sebelum itu, bersama sahabat literasi di Ponorogo, Andri telah menerbitkan buku kumpulan puisi “Hujan dalam Kopiku”  (2019) dan “Testimoni” (2020). “Menulis bagi saya itu modal hidup. Dari menulis selain hobi, adalah bagian dari impian,” ungkapnya. Pihaknya ingat, salah satu pesan dosennya, Sutejo, sehebat dan sepandai-pandainya ilmu seseorang apabila tidak pernah ditulis akan hilang. Pesan itulah yang kini ditanam dalam benak lelaki yang pernah bergabung dengan Primagama dan TBB Gajah Mada. Karenanya, tidak heran kampus sarjananya kini banyak dikenal sebagai ‘kampus pelopor literasi’. “Beruntung, dulu kuliah di sana, bukan di kampus lain. Bakalan berbeda cerita hidup ini,” guraunya saat mengenang masa-masa kuliah. Andri mengakui, berkat belajar di kampus jalan Ukel itulah perjalanannya hidupnya tertata. Menjadi guru profesional dan penulis seperti yang diimpikan. Karenanya, pesan Andri kepada generasi muda, sandarkan mimpimu di tempat yang tepat. Ingin menjadi guru, penulis, wartawan, editor, dan lainnya akan mewujudkan mimpi secara nyata, bukan sekadar ilusi. Di pungkasan, lelaki beristri ini mengungkapkan, sebagai kampus tertua di Ponorogo tentu STKIP PGRI Ponorogo semakin mantap mengantarkan pada cita-cita guru profesional. “Saya jelajah, banyak sekolah di Ponorogo para tenaga pendidiknya dari lulusan STKIP,” ungkap lelaki, juga desainer Lentera Art. Pewarta: Suci Ayu Latifah_Humas

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Temukan Relung Jiwa Bermusik, Wildan Doni Gas Ramaikan Youtube Musik

Peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya sesuai dipantaskan untuk Wildan Doni Madhya Ratri. Darah seni turunan buyut dari ayah mahasiswa kelahiran 2000 ini mengalir hingga ke sekian turunan. Wildan mengungkapkan, keluarga seni melekat laiknya warisan leluhur. Buyut dari ibu dan ayah bergelut di dunia seni. Mulai dari ketoprak, wayang, seni karawitan, hingga musisi. Alunan musik terdengar sayup-sayup dari sebuah studio di kota Brem. Wildan memainkan alat musik perkusi sembari mengisi waktu luang. Selain kuliah di kampus STKIP PGRI Ponorogo, laki-laki berusia 22 tahun ini kesehariannya disibukkan sebagai operator rekaman di Philomanagement. Kegilaan terhadap musik membuat hari-harinya di kelilingi oleh not-not lagu. “Saya bermusik sejak sekolah dasar. Kira-kira duduk di kelas 3,” ungkap laki-laki berkacamata saat ditemui, Rabu (16/3). Mahasiswa yang tinggal di Jalan Raya Solo 22 Desa Kauman Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo bercerita, hal-hal yang dilakukan di studio tidak lain mengedit, mixing, dan mastering lagu. Tiga pekerjaan itu membuatnya semakin dekat dengan musik. Baginya, musik adalah relung jiwa. Pada setiap jiwa manusia terdapat karakter musik yang diminati. Karakter di tiap musik bergantung siapa yang mendengarkan. Ada yang suka jenis musik pop, dangdut, campursari, rok, jaz, dan banyak di antaranya. Dari lagu yang diputar setiap orang dapat dilihat bagaimana karakter seseorang itu. Jelasnya, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2019, dirinya menyukai jenis musik dangdut untuk kali pertamanya. Ceritanya, saat di bangku SMP merambah jenis lagu pop, rok, dan punk. Kemudian, terpikirkan membangun studio musik sendiri. Imaji itu terealisasi setelah lulus SMA. Laki-laki berperawakan tinggi kurus ini mendirikan studio musik di Madiun bersama saudara laki-lakinya. Bermodal pas-pasan tekad itu dilakukan hingga kini banyak menerima permintaan aransemen lagu, rekaman, hingga penciptaan lagu. “Ada sebuah perusahaan di Singapura meminta kami sebuah jingle musik. Kami terima dan kerjakan terbaik. Syukur tidak mengecewakan,” cerita Wildan senang saat mengingat pengalaman dua tahun ke belakang. Awal merintis studio dibutuhkan perjuangan ekstra. Pihaknya, melakukan rekaman menunggu waktu pas, yaitu malam hari. Pasalnya, menghindari suara bising jalanan. Kebetulan letak Philomanagement studio dekat jalan raya provinsi. Pihaknya saat itu belum memiliki studio yang mampu meredam suara-suara dari luar. Selain bercerita melayani rekaman, mahasiswa peraih juara 1 lomba musik Tradisi FLS2N tingkat SMP Kabupaten Ponorogo 2015 membongkar kelebihannya dalam dunia musik. Selain mengaransemen lagu, laki-laki yang sering tampil mengiringi musik di pentas seni desa hingga pesta pernikahan, telah merilis lagu. Baru-baru ini bersama kawannya, Donna Asmara, mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo mencipta lagu Munggung Jaya. Lagu itu dipersembahkan untuk masyarakat desa di Desa Munggung, Pulung Ponorogo. Sebelumnya, ia juga merilis lagu Sendu dan Pilu. Lagu tersebut berhasil diciptakan sekitar tiga tahun lalu. Lagu itu pula diikutkan dalam lomba cipta lagu di salah satu perguruan tinggi ternama. Menurutnya, definisi mencipta lagu ya menulis lagu itu, dan membuat melodi sendiri. Peribahasa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya sesuai dipantaskan untuk Wildan Doni Madhya Ratri. Darah seni turunan buyut dari ayah mahasiswa kelahiran 2000 ini mengalir hingga ke sekian turunan. Wildan mengungkapkan, keluarga seni melekat laiknya warisan leluhur. Buyut dari ibu dan ayah bergelut di dunia seni. Mulai dari ketoprak, wayang, seni karawitan, hingga musisi. Bersyukur dilahirkan di tengah-tengah keluarga seni, momen berharga telah dirasakan laki-laki peraih juara III dalam ajang Etnic Percusion yang diselenggarakan Dishubpora Ponorogo tahun 2019. Pihaknya lebih tertantang ketika mendapat kesempatan berkolaborasi dengan Andika Mahesa, alias Andika Kangen Band. Momen itu, berkontribusi dalam lagu Andika Kangen Band berjudul Ojo Nganti Lali, Ojo Kebangeten, dan Pacarku Koyo Demit. Ketiga lagu tersebut laris terpublikasi di youtube Wahana Musik. Selain itu, laki-laki kelahiran 9 Desember ini juga pernah terlibat dalam soundtrack dan scoring web series Golan Mirah. Sukses di dunia musik, Wildan memiliki grup band bersama kawan-kawannya. Saget Saestu Official berpetualang youtube sejak 25 Juli 2021 lalu. Bersama Danz Primanda sebagai vokalis, Den sebagai gitaris, dan dirinya pemegang perkusi, telah merilis lagu Sesok Tak Lamare, Tibo Bundas Ra Tibo Kandas, dan Tresnomu Settingan. “Relasi dari pergulatan ini membantu dalam karir. Permintaan aransemen lagu bagi saya adalah buah kepercayaan mereka. Tentu, kami lakukan terbaik untuk klien,” ungkap peserta sekaligus peraih juara III Festival Music Ponorogo Fun Fest di Desa Sukosari Kauman 2018. Pewarta: Suci Ayu Latifah  

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Dosen STKIP PGRI Ponorogo Beberkan Rekaman Pelanggran HAM di Event Internasional

Dosen STKIP PGRI Ponorogo, Arafat Nur membeberkan rekaman pelanggran HAM yang terjadi di Aceh pada event internasional, yaitu di Jakarta Content Week (Jaktent) 2021 Program Literary Festival, Rabu 10 November 2021. “Saya, selaku orang yang menyaksikan dan mengalami langsung sejumlah peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang diakibatkan dari dua kelompok yang bertikai di Aceh, sampai sekarang tidak bisa melupakannya dan masih menyisakan rasa sakit di jiwa dan hati saya,” ungkapnya di sesi Every Thursday acara tersebut. Lebih lanjut Arafat Nur mengemukakan, sejumlah peristiwa yang dialaminya itu meninggalkan lubang dalam di dalam dirinya. Lubang yang merupakan trauma berat masa lalu yang tidak kunjung bisa ditutup. Dan sepertinya akan selamanya tidak bisa tertutup, dan tidak bisa sembuh. Beberapa peristiwa ngeri yang hampir membuat dia terbunuh, baik ketika dia terperangkap dalam sebuah baku tembak, pelemparan bom di sekitar tempatnya bermalam, hingga diculik ke sebuah hutan di pinggir sungai untuk menghabisi dirinya. “Seandainya tidak ada suatu kejaiban yang membuat saya terbebas dari semua itu, tentu saja saya sudah mati, puisi-puisi, cerpen-cerpen, dan novel-novel saya tidak akan pernah ada seperti sekarang,” ungkapnya. Dia ingat, peristiwa pertama yang menguncang hidupnya sekitar 1999. Ketika itu usia dia berusia 23 tahun. Dia tinggal di sebuah bilik (kamar) tua di sebuah dayah (pesantren tradisional) di Desa Rhieng Blang, Meureudu, Pidi Jaya, Aceh. Dia tidak tahu pada subuhnya sekelompok pejuang Aceh Merdeka menghadang tiga truk reo pasukan tentara RI yang melintasi jalan di sana. Kelompok pejuang melepaskan senjata pelontar ke arah truk yang membuat banyak tentara pemerintah tewas. Ada yang menyebut 25 tentara tewas, namun pihak tentara mengakui hanya lima personil mereka yang tewas. Nah, bias atau ekses setelah peristiwa itu membuat penduduk di tiga desa dekat TKP mengalami penderitaan yang sangat berat. Dia melihat langsung ribuan pasukan tentara masuk kampung, mengumpulkan semua penduduk laki-laki, tua-muda, lalu digiring merangkak di aspal panas menuju ke lapangan dan kantor polisi di kecamatan yang jaraknya lebih dari 1 km. Tidak seorang pun diperbolehkan jalan tegak. Sambil merangkak, lelaki tua-muda ditendangi, kepala dipukuli, punggung diinjak-injak. Lantas berlanjut penganiayaan berat di halaman dan jalan kantor polisi setempat. Kata Arafat, selain lutut yang luka-luka, wajah lembam-lembam, rusuk dan kaki patah, banyak lagi cedera yang dialami penduduk sekitar. Dia melihat keadaan mereka baru beberapa hari kemudian. Sebab, sebelum tentara mengumpulkan dan menyiksa penduduk di sana, dia sudah lebih dulu menyelamatkan diri, lari dengan meminjam sepeda ontel milik ustaznya. Ketika itu Arafat Nur mendapatkan firasat buruk, bila tidak lari dari sini secepatnya, dia bakalan mengalami penyiksaan serupa. Begitu melihat pasukan tentara masuk dengan berjalan kaki, dia segera bergegas memasukkan semua pakaian dan barang-barang ke dalam kardus, lantas mengikatnya di boncengan sepeda ontel yang dia pinjam, setelahnya dia langsung mendayung secepat mungkin ke arah laut karena itulah satu-satunya jalan yang belum dikuasai tentara. Dia pun melalui jalan setapak untuk berlari sejauh-jauhnya dari desa itu hingga kemudian tiba di Ulim, kota kecamatan tetangga. Dia pun menginap di rumah seorang penduduk di sana. “Dua hari kemudian, saya kembali lagi ke bilik dayah. Yang membuat saya heran, sepanjang jalan yang saya lalui kosong, tidak ada seorang pun di jalan. Dayah saya tinggali juga kosong. Tidak ada Ustaz Amir dan istrinya, padahal saya berniat untuk mengembalikan sepeda,” kisahnya. Akhirnya Arafat Nur pergi ke Masjid dan sebuah gedung SD Beuracan. Rupanya, semua penduduk sudah mengungsi ke sana. Di sana dia mendengar orang-orang bercerita berbagai peristiwa saat ratusan tentara menyiksa penduduk yang membuatnya semakin ketakutan. Apalagi setelahnya dia melihat banyak lelaki cedera parah dan terpaksa menjalani perawatan. Waktu itu sastrawan yang telah dua kali memenangkan sayembara novel DKJ ini sudah mulai menulis puisi, cerpen, dan artikel di koran Serambi Indonesia terbitan Banda Aceh dan harian Waspada terbitan Medan. Karena suntuk dan tidak tahu apa yang mesti dia buat di pengungsian, dia pun menulis puisi, terkadang cerpen. “Namun, kemudian saya dicurigai oleh kelompok GAM Pimpinan Teungku Don bahwa saya ini mata-mata serdadu pemerintah. Saya pun ditangkap, ditutup matanya, dan dibawa ke sebuah hutan di Alue Awe,” paparnya. Di sebuah pos di pinggir sungai yang hening, dia melihat sejumlah lelaki bersenjatakan laras panjang. Salah seorang menggeledahinya, dompetnya diperiksa, kemudian dia disuruh berdiri di pinggir sungai. “Mungkin seseorang sudah siap menembak punggung saya ketika itu. Mungkin hari itu juga saya mati. Kalau saya mati hari itu, tentu saja saya tidak lagi bisa menulis puisi, cerpen, novel, dan berbicara di LitFest Jaktent Content Week 2021 ini,” ucapnya dengan nada getir yang mengandung gurauan. Seorang lelaki dari Lembaga HAM yang datang kemudian menyelamatkan Arafat Nur sebelum lelaki bersenjata laras panjang sebelum sempat menembak kepalanya. Setelah terjadi nego beberapa lama dan orang HAM itu menjaminnya, akhirnya mata Arafat ditutup kembali dan dipulangkan ke pengungsian. Setelah tidak lama berada di pengungsian, dia pun melarikan diri ke Banda Aceh, dan hidup luntang-lantung di sana, lapar-lapar kenyang karena tidak ada uang dan pekerjaan.  Dalam acara tersebut Arafat Nur tampil bersama dua penulis lain, yaitu Aprila Wayar dan Awi Chin, dimoderatori oleh F.X. Baskara T. Wardaya. Arafat Nur sendiri adalah korban perang Aceh, penulis puluhan novel sastra yang mendapatkan sejumlah perhargaan bergengsi dan kerap diundang dalam event-event internasional. Novel-novelnya sangat kuat, berkisah tentang kekejaman militerisme dan kesengsaraan rakyat Indonesia yang tertindas. Dua novel di antaranya sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Kini dia mengabdikan diri sebagai pengajar di STKIP PGRI Ponorogo, Jawa Timur. [] Red/ Humas

Baca Selengkapnya
Berita Kampus

Miya Aliful Lutfiana, Lantunkan Tembang Munggung Jaya

Pemilik nama Miya Aliful Lutfiana semakin menterang setelah sukses merilis lagu Munggung Jaya, 25 Februari 2022 lalu. Sebelum itu, namanya melambung usai mengikuti ajang lomba macapat tingkat Nasional di UNS. Bersama kedua sahabatnya Pitrias Rahayu dan Aryn Dwi Handayani STKIP PGRI Ponorogo, gadis berumur 24 tahun ini masuk finalis 10 besar. Dipercaya membawakan lagu berdurasi 6.31 menit tersebut, mahasiswa berparas cantik ini merasa semakin dekat dengan alam. Setiap kali memutar lagu dan videonya mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa ini menyadari keindahan desa dan alam, lewat gunung-gunungnya menjulang tinggi, hamparan sawah luas, alam bersih berseri, hingga keseruan anak-anak bermain pada sore hari. (Untuk menikmati lagu Munggung Jaya silakan klik di sini) Lagu ciptaan pelajar kelas V MI Ma’arif Munggung ini merupakan modifikasi dari cipta puisi. Cipta puisi tersebut diterangkan Miya, sejatinya salah satu kegiatan program mengajar semasa kuliah kerja nyata (KKNT). Pihaknya bersama tim KKNT melakukan cipta puisi, yang kemudian digubah menjadi lagu. “Kami persembahkan untuk Desa Munggung Ponorogo, salah satu desa di Kecamatan Pulung. Desa luar biasa alamnya dan masyarakatnya damai-tentram,” cerita mahasiswa yang sejak sekolah dasar gemar menyanyikan tembang-tembang Jawa, Kamis (10/3). Gadis berdomisili di Dukuh Gupak Warak RT/01 RW/ 05 Desa Krebet Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo menceritakan lagu dari hasil cipta puisi tersebut diaransemen selama semalam suntuk oleh Wildan Doni Madhya Ratri dan Donna Asmoro. Keduanya, mahasiswa STKIP PGRI Ponorogo. “Alhamdulillah, berjalan lancar sesuai rencana kami. Usai aransemen lagu, besoknya langsung lanjut rekaman dan pengambilan video. Kami menyelesaikan lagu Munggung Jaya sebelum KKNT selesai,” ungkap mahasiswa peraih Harapan 3 Lomba LKTI yang diselenggarakan Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Daerah se-Indonesia (IMBASADI) di UNS tahun 2021. Dikemas dalam dua langgam, Jawa dan Indonesia, lagu Munggung Jaya mendapat komentar positif dari berbagai pendengar dari berbagai jenjang usia. Suara emas dan lembut Miya menambah cantik lirik-lirik lagu yang dinyanyikan. Begitu pula kreativitas video menambah pesona, gambaran dari sebuah desa yang berseri. Rupanya, perjalanan berlatih vocal tembang Jawa dan cover lagu didukung oleh latihannya di salah satu sanggar di Balong, Rasa Madu dan Manduro. Cerita mahasiswa yang pernah menjuarai lomba cover lagu daerah di UNS 2021, lagu Munggung Jaya adalah ekspresi tentang nuansa alam di sebuah desa Munggung, namanya. Suasana desa yang asri, kami ceritakan lewat lagu. Begitu pula dengan masyarakatnya guyup rukun sesuai jargon Munggung Jaya. Jaya kepanjangan dari Jegeg, Arum, Yekti, Ayem. Jegeg dalam kamus bahasa Jawa berarti mengagumkan, Arum yang berarti wangi atau harum, Yekti yang berarti Terang atau Nyata, dan Ayem yang berarti Damai bahagia. Tetap menjadi desa Munggung yang mengagumkan dan harum nama desanya selalu maju desanya terang dan nyata segala prestasi di desa Munggung serta ayem tentrem masyarakat di desa Munggung. Tanpa berlama-lama, proses pembuatan lagu, perekaman, kemudian pengambilan gambar dilakukan dalam beberapa hari saja. Miya menceritakan perekaman lagu dilakukan sebelum penutupan KKNT. Tepatnya malam hari di posko tempat Bumdes. Pihaknya bersama Wildan dan Doni memaksimalkan suara sunyi malam hari untuk rekaman. Selanjutnya, pengambilan gambar sebagai video dilakuan di area persawahan di belakang lapangan Desa Munggung. Cukup sejam pengambilan video, keesokan harinya proses editing langsung digarap dan terpublikasikan di akun youtube kampus STKIP PGRI Ponorogo. Di akhir, gadis yang sering tampil di acara-acara pernikahan dan pementasan wayang mengungkapkan setelah lagu Munggung Jaya akan ada lagu baru. Namun, masih dirahasiakan lirik dan lagunya. “Tunggu saja, insya allah bakalan ada project lagu selanjutnya,” ungkapnya.[] Pewarta: Suci Ayu Latifah

Baca Selengkapnya