Materi Sejarah Indonesia (Wajib) - Dampak Perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Kelas 11 - Belajar Pintar
BelajarPintarV3
Peta Belajar Bersama
Sobat, ini nih, ada Peta Belajar Bersama Sejarah di bab ketiga
Bidang Politik dan Struktur Pemerintahan
Yuk belajar tentang Bidang Politik dan Struktur Pemerintahan..
Dalam bidang politik, para penguasa penjajahan Barat terutama Belanda melakukan kebijakan yang sangat ketat dan cenderung menindas. Pemerintah kolonial menjalankan politik memecah belah atau devide et impera. Tidak hanya politik memecah belah, tetapi juga disertai dengan tipu muslihat yang cenderung menghalalkan segala cara sehingga melanggar norma-norma kemanusiaan. Misalnya pura-pura mengajak perundingan damai tetapi malah ditangkap (penangkapan Pangeran Diponegoro), purapura diajak berunding tetapi malah dibunuh (pembunuhan Sultan Khaerun/ Hairun).
Secara politik martabat rakyat Indonesia jatuh dan menjadi tidak berdaulat. Rakyat Indonesia juga menjadi kelompok masyarakat kelas tiga setelah kelompok orang-orang Barat (penjajah) dan kelompok orang-orang timur asing. Berangkat dari politik memecah belah dan praktik-praktik tipu muslihat itu, kekuatan kolonial Belanda terus memperluas wilayah kekuasaannya. Penguasa kolonial juga selalu campur tangan dalam pergantian kekuasaan di lingkungan kerajaan/pemerintahan pribumi. Penguasa-penguasa pribumi/ lokal dan rakyatnya kemudian menjadi bawahan penjajajah. Hal ini dapat menimbulkan sikap rendah diri di kalangan rakyat. Beberapa penguasa pribumi mulai tidak memperhatikan rakyatnya.
Perlu disadari bahwa masa sebelum penjajahan dan sebelum terjadi intervensi politik para penguasa kolonial, berkembang sistem kerajaan. Kerajaan ini berkembang sendiri-sendiri di berbagai daerah. Tetapi seperti telah disinggung di depan bahwa pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pembaruan bidang politik dan administrasi pemerintahan. Daendels telah membagi wilayah kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia/Hindia Belanda di Jawa dibagi menjadi sembilan prefektur dan terbagi dalam 30 regentschap (kabupaten). Setiap prefektur diangkat seorang pejabat kepala pemerintahan yang disebut dengan prefek.
Seorang pejabat prefek ini diangkat dari orang Eropa. Kemudian setiap regentschap/ kabupaten dikepalai oleh seorang regent atau bupati yang berasal dari kaum pribumi. Namun, status bupati sampai dengan camat (yang disebut priyayi) sepenuhnya menjadi pegawai negeri (binnenland bestuur) baru terwujud setelah diterapkannya sistem Tanam Paksa pada pertengahan 1850-an). Setiap bupati ini merupakan pegawai pemerintah yang digaji. Dengan demikian, para bupati ini telah kehilangan hak jabatan yang diwariskan secara turun temurun (lihat uraian dalam buku Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, 2012).
Setiap prefek diberikan kekuasaan yang besar dan ditugasi untuk memperketat pengawasan administratif dan keuangan terhadap para penguasa pribumi. Ruang gerak para penguasa pribumi semakin sempit. Kewibawaan yang berusaha diciptakannya pun menjadi semu. Dalam struktur pemerintahan dikenal adanya pemerintahan tertinggi, semacam pemerintahan pusat. Sebagai penguasa tertinggi adalah gubernur jenderal. Di tingkat pusat ini juga ada lembaga yang disebut dengan Raad van Indie, tetapi perannya cenderung sebagai dewan penasihat. Dalam pelaksanaan pemerintahan juga dikenal adanya departemen-departemen untuk mengatur pemerintahan secara umum.
Beberapa departemen hasil reorganisasi tahun 1866, antara lain ada Departemen Dalam Negeri; Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Keuangan; Departemen Urusan Perang; kemudian dibentuk Departemen Kehakiman (1870); Departemen Pertanian (1904), yang disempurnakan menjadi Departemen Pertanian, Industri dan Perdagangan (1911).
Sementara itu, dalam pelaksanaan pemerintahan dalam negeri, sangat jelas adanya dualisme pemerintahan. Ada pemerintahan Eropa (Europees bestuur) dan pemerintahan pribumi (Inlands bestuur). Di lingkungan pemerintahan Eropa ini, terdapat pejabat wilayah yang paling tinggi yakni residen. Ia memimpin wilayah karesidenan.
Di seluruh Jawa- Madura terbagi menjadi 20 karesidenan. Begitu juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau bagian timur juga dibagi dalam wilayah karesidenan-karesidenan, tetapi jumlahnya relatif kecil. Di bawah residen ada pejabat asisten residen. Asisten residen ini mengepalai suatu wilayah bagian dari karesidenan yang dinamakan afdeling. Di bawah asisten residen masih ada pejabat yang disebut kontrolir (controleur). Ia memimpin wilayah yang dinamakan controleur-afdeling. Selanjutnya yang terkait dengan pemerintahan pribumi, para pejabatnya semua dijabat oleh priyayi pribumi.
Jenjang tertinggi dalam pemerintahan pribumi adalah seorang regent atau bupati. Ia memimpin sebuah wilayah kabupaten. Seorang bupati ini dibantu oleh seorang pejabat yakni patih. Satu wilayah kabupaten umumnya terbagi menjadi beberapa distrik yang dipimpin oleh seorang wedana. Setiap distrik kemudian terbagi menjadi onderdistrik yang dikepalai seorang asisten wedana atau sekarang camat. Unit paling bawah kemudian ada desa-desa.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Raffles di Hindia Belanda, ia mereformasi pemerintahan pada saat itu. Raffles yang berpandangan liberal mulai menghapus ikatan feodal dalam masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa yang sudah terbiasa hidup dalam adat-istiadat dan ikatan feodal yang kuat dipaksa untuk mengikuti sistem birokrasi baru. Karena itu, dari para penguasa pribumi seperti raja, bupati, hingga kepala desa harus mengikuti sistem pemerintahan dan birokrasi yang baru. Dalam hal ini pemerintah pusat dapat langsung berhubungan dengan rakyat tanpa perantara penguasa lokal.
Sebenarnya pekerjaan ini sudah diawali oleh Daendels, sehingga Raffles tinggal melanjutkan saja. Pembaruan yang dilakukan Raffles juga menyangkut struktur pemerintahan dan peradilan. Pada masa pemerintahan Raffles, bupati sebagai penguasa lokal harus dijauhkan dari otonomi yang menguntungkan diri sendiri. Seorang bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah di bawah seorang residen. W. Daendels memberikan istilah itu dengan prefek atau landrost. Raffles kemudian membagi Jawa menjadi 16 karesidenan. Tiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh beberapa asisten residen.
Pembaruan yang dilakukan Raffles ini bertujuan untuk melakukan transformasi sistem pemerintahan Jawa, yaitu menggantikan sistem tradisional Jawa yang bersifat patrimonial menuju sistem pemerintahan modern yang rasional. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, sistem pemerintahan Raffles diperbaiki kembali. Di samping itu untuk menyatukan seluruh wilayah Hindia Belanda yang masih berbentuk kerajaan-kerajaan, pemerintah Kolonial Belanda melakukan politik pasifikasi kewilayahan di Aceh, Sumatera Barat, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku dan Papua. Penyatuan seluruh wilayah Hindia Belanda ini baru berhasil sekitar tahun 1905.
Bersatunya Hindia Belanda ini dikenal dengan Pax Neerlandica masa setelah itu, wilayah Hindia Belanda telah stabil di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Wilayah inilah setelah proklamasi menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dampak kolonialisme di bidang politik adalah sebagai berikut :
- Daendels atau Raffles sudah meletakkan dasar pemerintahan yang modern. Para Bupati dijadikan pegawai negeri dan digaji, padahal menurut adat istiadat kedudukan bupati adalah turun temurun dan mendapat upeti dari rakyat. Bupati dijadikan alat kekuasaan pemerintah kolonial. Pamong praja yang dahulu berdasarkan garis keturunan sekarang menjadi sistem kepegawaian.
- Jawa dijadikan tempat pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah perfektuf.
- Belanda dan Inggris melakukan intervensi terhadap persoalan kerajaan, contohnya tentang pergantian tahta kerajaan sehingga imperialis mendominasi politik di Indonesia. Yang mengakibatkan peranan elite kerajaan berkurang dalam politik, dan kekuasaan pribumi bahkan bisa runtuh.
- Hukum yang dulu menggunakan hukum adat diubah menggunakan sistem hukum barat modern.
- Kebijakan yang diambil raja dicampuri Belanda
- Perubahan dalam politik pemerintahan kembali terjadi akibat kebijakan politik Pax Neerlandica di akhir abad 19 menuju awal abad 20. Jawa menjadi pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah perfektuf.
- Selain itu, sistem pemerintahan di Indonesia sekarang merupakan warisan dari penerapan ajaran Trias Politica yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam badan yudikatif di struktur tersebut, pemerintahan kolonial Belanda membagi badan peradilan menjadi tiga macam berdasarkan golongan masyarakat di Hindia-Belanda. Badan peradilan tersebut terdiri dari peradilan untuk orang Eropa, peradilan orang Timur Asing, dan peradilan orang pribumi. Dalam badan legislatif, pemerintah kolonial Belanda membentuk Volksraad atau Dewan Rakyat pada tahun 1918.
Bidang Sosial-Budaya
Yuk belajar tentang Bidang Sosial-Budaya pada Dampak dalam Bidang Sosial-Budaya dan Pendidikan...
Penjajahan bangsa Barat di Indonesia secara tegas telah menerapkan kehidupan yang diskriminatif. Orang-orang Barat memandang bahwa mereka yang berkulit putih sebagai kelompok yang kelas I, kaum Timur Asing sebagai kelas II, dan kaum pribumi dipandang sebagai masyarakat kelas III, kelas yang paling rendah. Hal ini membawa konsekuensi bahwa budayanya juga dipandang paling rendah. Pandangan ini sengaja untuk menjatuhkan martabat bangsa Indonesia yang memang sedang terjajah.
Memang bangsa Barat ini ingin memberantas budaya feodal. Terbukti Belanda berhasil menggeser hak-hak istimewa para penguasa pribumi. Para penguasa pribumi, telah kehilangan statusnya sebagai bangsawan yang sangat dihormati oleh rakyatnya. Mereka telah ditempatkan sebagai pegawai pemerintah kolonial, sehingga tidak memiliki hak-hak istimewa kebangsawanannya. Status dan hak-hak istimewanya justru diambil oleh Belanda. Masyarakat Indonesia harus menghormati secara berlebihan kepada penguasa kolonial.
Harus diakui dengan adanya dominasi orang-orang Barat di Indonesia telah menanamkan nilai-nilai budaya yang umumnya kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Bahkan perkembangan budaya Barat yang cenderung dipaksakan juga telah menggeser nilai-nilai budaya keindonesiaan. Semangat persatuan, hidup dalam suasana kekerabatan, nilai-nilai gotong royong, nilai-nilai kesantunan, unggah-ungguh atau budi pekerti luhur yang dikembangkan di lingkungan keraton yang juga ditiru oleh masyarakat mulai bergeser.
Bahkan yang menyedihkan dengan alasan modernisasi, para penguasa Barat tidak mau tahu tentang tradisi atau atau norma-norma, termasuk nilai halal dan haram dalam Islam, misalnya dengan budaya minum-minuman keras (menjadi mabuk-mabukan), berangkat dari dance kemudian mengarah kepada pergaulan laki-laki dan perempuan yang cenderung tanpa batas. Oleh karena itu, di lingkungan masyarakat beragama Islam, kaum kolonial yang menjajah Indonesia dikatakan sebagai orang-orang kafir.
Kedatangan dan dominasi bangsa-bangsa Barat juga telah membawa pengaruh semakin intensifnya perkembangan agama Kristen. Hal ini tentu sejenak menimbulkan culture shock di kalangan masyarakat muslim di Indonesia. Namun dalam perkembangannya mampu beradaptasi sehingga menambah khasanah keragaman di Indonesia. Kemudian pada zaman pemerintahan Raffles, perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah dan budaya, khususnya di Jawa, mendapatkan perhatian khusus. Melalui bukunya yang berjudul History of Java, buku tersebut memuat berbagai aspek sosial dan budaya di Pulau Jawa.
Ada juga buku karya William Marsden yang berjudul History of Sumatera. Pemerhati budaya Nusantara ternyata cukup banyak selain Raffles dan William Marsden terdapat pula menteri pemerintahan Batavia, yakni Crawfurd. Ia menulis buku History of the East Indian Archipelago dalam tiga jilid. Buku itu sangat penuh rasa kemanusiaan serta membakar ketidakadilan yang diderita oleh penduduk.
Pada akhir abad XIX, Van Kol yang menjadi juru bicara sosialis Belanda melancarkan kritik terhadap keadaan Hindia Belanda yang semakin merosot. Ia menyatakan selama satu abad lebih pemerintah mengambil keuntungan dari penghasilan rakyat, tetapi tidak ada satu persen pun yang dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat Hindia Belanda. Di samping itu, Van Deventer pada tahun 1899, menulis dalam judul “Hutang Kehormatan”. Dalam tulisan tersebut ia menganjurkan adanya politik balas budi (politik etis) yang berisi pendidikan, irigasi, dan imigrasi/transmigrasi.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia membawa dampak dalam bidang sosial Salah satu dampak dalam bidang sosial adalah munculnya masyarakat yang menganut agama Katolik, misionaris Gonzales Veloso, Fernao Vinagre dan Simon Vas serta pengaruh Kristen Protestan. Kedatangan Portugis yang membawa semangat 3G (Gold, Glory dan Gospel) mempengaruhi penyebaran agama Kristen dan Katolik di Indonesia. Salah satu penyebar agama Katolik di Indonesia yang terkenal adalah Fransiskus Xaverius, seorang misionaris dari Portugis, di Maluku pada tahun 1546-1547.
Di samping penyebaran agama Katolik, agama Kristen Protestan juga turut tersebar di Indonesia. Penyebaran agama Kristen Protestan mulai terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Raffles. Penyebaran agama ini dilakukan oleh Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu organisasi yang menyebarkan agama Kristen Protestan berdasarkan Alkitab. Beberapa tokoh yang tergabung dalam NZG yang terkenal adalah Ludwig Ingwer Nommensen dan Sebastian Qanckaarts. Namun penjajahan tetaplah penjajahan sehingga kedatangan penjajahan bangsa barat malah justru memperburuk sosial bangsa kita.
Dapat disimpulkan bahwa dalam bidang sosial, praktik kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, membawa dampak antara lain sebagai berikut.
a. Terjadinya perubahan pelapisan sosial dalam masyarakat pada masa kolonial, yaitu sebagai berikut.
- golongan timur asing yang terdiri dari orang Cina dan Timur Jauh
- golongan eropa yang terdiri dari orang Belanda dan orang Eropa lainnya
- golongan pribumi
b. Terjadinya mobilitas sosial dengan adanya gelombang transmigrasi, terutama untuk memenuhi tenaga-tenaga di perkebunan-perkebunan yang dibuka Belanda di luar Jawa.
c. Muncul golongan buruh dan golongan majikan yang muncul karena berdirinya pabrik-pabrik dan perusahaan sehingga pekerjaan masyarakat Indonesia menjadi dinamis.
d. Munculnya elit terdidik karena tuntutan memenuhi pegawai pemerintah sehingga menyebabkan didirikannya sekolah-sekolah di berbagai kota.Hal ini mendorong lahirnya elit terdidik (priya cendekiawan) di perkotaan. Walaupun jumlah mereka sedikit, tetapi sangat berperan dalam perkembangan pergerakan selanjutnya.
e. Pembentukan status sosial dimana yang tertinggi adalah Eropa lalu Asia dan Timur yang terakhir kaum Pribumi.
f. Terjadinya penindasan dan pemerasan secara kejam. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, seperti upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan istana menjadi sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Tradisi tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh tradisi pemerintah Belanda.
g. Daerah Indonesia terisolasi di laut sehingga kehidupan berkembang ke pedalaman. Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk atau patuh pada tuan tanah Barat atau Timur Asing sehingga kehidupan penduduk Indonesia mengalami kemerosotan.
Materi Sejarah Indonesia (Wajib) SMA - 11 Lainnya
footer_v3

Bersama Aku Pintar temukan jurusan kuliah yang tepat
sesuai minat dan bakatmu.
Aku Pintar memiliki visi membuat pendidikan merata, mudah dijangkau, dan terjangkau dengan Program Journey Pintar yang merupakan sebuah program persiapan lengkap bagi siswa SMA/SMK/sederajat yang ingin masuk ke perguruan tinggi impiannya.
Kontak Kami
Grand Slipi Tower Lt. 42
Jl. S. Parman Kav 22-24
Jakarta Barat
© 2024 Aku Pintar. All Rights Reserved